BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Angka
kematian bayi (AKB) di Indonesia, pada tahun 1997 tercatat sebanyak 41,4 per
1000 kelahiran hidup. Dalam upaya mewujudkan visi “Indonesia Sehat 2010”, maka
salah satu tolak ukur adalah menurunnya angka mortalitas dan morbiditas
neonatus, dengan proyeksi pada tahun 2025 AKB dapat turun menjadi 18 per 1000
kelahiran hidup. Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah atresia
esophagus dan ensefalopati
bilirubin (lebih dikenal sebagai kernikterus).
Atresia
esofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak menyambungnya
esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia esofagus dapat
terjadi bersama fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan kongenital dimana
terjadi persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea.
Atresia
esophagus merupakan kelainan kongenital yang cukup sering dengan insidensi
rata-rata sekitar 1 setiap 2500 hingga 3000 kelahiran hidup. Insidensi atresia
esophagus di Amerika Serikat 1 kasus setiap 3000 kelahiran hidup. Di dunia,
insidensi bervariasi dari 0,4-3,6 per 10.000 kelahiran hidup. Insidensi
tertinggi terdapat di Finlandia yaitu 1 kasus dalam 2500 kelahiran hidup.
Masalah
pada atresia esophagus adalah ketidakmampuan untuk menelan, makan secara
normal, bahaya aspirasi termasuk karena saliva sendiri dan sekresi dari
lambung.
Ikterus
neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi
dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada
neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa
normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak
dan usianya lebih pendek.
Banyak
bayi baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir < 2500 g atau
usia gestasi <37 minggu) mengalami ikterus pada minggu pertama kehidupannya.
Data epidemiologi yang ada menunjukkan bahwa lebih 50% bayi baru lahir
menderita ikterus yang dapat dideteksi secara klinis dalam minggu pertama
kehidupannya. Pada kebanyakan kasus ikterus neonatorum, kadar bilirubin tidak
berbahaya dan tidak memerlukan pengobatan. Sebagian besar tidak memiliki
penyebab dasar atau disebut ikterus fisiologis yang akan menghilang pada akhir
minggu pertama kehidupan pada bayi cukup bulan. Sebagian kecil memiliki
penyebab seperti hemolisis, septikemi, penyakit metabolik (ikterus
non-fisiologis).
Esofagus
merupakan saluran yang menghubungkan dan menyalurkan dari ronggamulut ke
lambung. Di dalam rongga dada, esofagus berada di mediastium posterior mulai
dibelakang lengkung aorta dan bronkus cabang utama kiri. Fungsi utama esofagus
adalahmenyalurkan makanan dan minuman dari mulut ke lambung. Di dalam esofagus
makananturun oleh peristaltik primer dan gaya berat terutama untuk makanan
padat dan setengahpadat, serta peristaltik ringan. Penting sekali pada
pendidikan dokter untuk mengenali kelainan-kelainan esofagusdiantaranya adalah
atresia esofagus. Pada kebanyakan kasus, kelainan ini disertai
denganterbentuknya hubungan antara esofagus dengan trakea yang disebut fistula trakeoesophageal(Tracheoesophageal
Fistula/TEF). Bayi dengan atresia Esofagus tidak mampu untuk menelan saliva dan
ditandai denganjumlah saliva yang sangat banyak dan membutuhkan suction
berulangkali. Angkakeselamatan pada bayi dengan atresia esofagus berhubungan
langsung terutama dengan beratbadan lahir, kelainan jantung, dan faktor resiko
yang menyertai.Atresia Esofagus.
Atresiaesofagus
termaksud kelompok kelainan congenital terdiri dari gangguan kontinuitas
esophagus dengan atau tanpahubungan persistendengan trakea. Pada penyakit ini,
terdapat suatu keadaan dimna bagian proksimal dan distal esophagus tidak
berhubungan. Pada bagian esophagus mengalami dilatasi yang kemudian berakhir
berakhir kantung dengan dinding maskuler yang mengalami hipertofi yang khas
yang memanjang sampai pada tingkat vertebra torakal sagmen 2-4. Bagian distal
esophagus merupakan bagian yang mengalami atresia dengan diameter yang kecil
dan dinding maskuler dan tipis. Bagian ini meluas sampi bagian atas diagfragma
1,2,3,4,5,6 sekitar 50 % bayi dengan atresia esophagus juga mengalami beberapa
anomali terkait. Malformasi , kardiofaskuler, malformasi rangka termaksud
hemivertebra dan perkembanga abnormal radius serta malformasi ginjal dan urogenital
sering terjadi, semua kelainan ini disebut sidrom vecterl.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa itu atresia esophagus?
2.
Apa saja tanda gejala atresia esophagus?
3.
Apa penyebab atresia esophagus?
4.
Bagaimana penatalaksanaan atresia
esophagus?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian dari atresia
esophagus.
2.
Untuk mengetahui apa saja tanda
gejalaatresia esophagus
3.
Untuk mengetahui apa saja penyebab
atresia esophagus
4.
Untuk mengetahui bagaimana
penatalaksanaan atresia esophagus
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Pengertian
Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya
lubang atau muara (buntu), pada esofagus (+). Pada sebagian besar kasus atresia
esofagus ujung esofagus buntu, sedangkan pada ¼ -1/3 kasus lainnya esophagus
bagian bawah berhubungan dengan trakea setinggi karina (disebut sebagai atresia
esophagus dengan fistula).
Kelainan lumen esophagus ini biasanya disertai dengan fistula
trakeoesofagus. Atresia esofagaus sering disertai kelainan bawaan lain, seperti
kelainan jantung, kelainan gastroin testinal (atresia duodeni atresiasani),
kelainan tulang (hemivertebrata).
Atresia
esofagus adalah malpormasi yang disebabkan oleh kegagalan esofagus untuk
mengadakan pasase yang kontinu : esophagus mungkin saja atau mungkin juga tidak
membentuk sambungan dengan trakea ( fistula trakeoesopagus) atau atresia
esophagus adalah kegagalan esophagus untuk membentuk saluran kotinu dari
faring ke lambung selama perkembangan embrionik adapun pengertian lain
yaitubila sebua segmen esoofagus mengalami gangguan dalam pertumbuhan nya(
congenital) dan tetap sebaga bagian tipis tanpa lubang saluran.
Fistula trakeo esophagus adalah hubungan abnormal antara trakeo dan esofagus . Dua kondisi ini biasanya terjadi bersamaan, dan mungkin disertai oleh anomaly lain seperti penyakit jantung congenital. Untuk alas an yang tidak diketahui esophagus dan trakea gagal untuk berdeferensiasi dengan tepat selama gestasi pada minggu keempat dan kelima.
Fistula trakeo esophagus adalah hubungan abnormal antara trakeo dan esofagus . Dua kondisi ini biasanya terjadi bersamaan, dan mungkin disertai oleh anomaly lain seperti penyakit jantung congenital. Untuk alas an yang tidak diketahui esophagus dan trakea gagal untuk berdeferensiasi dengan tepat selama gestasi pada minggu keempat dan kelima.
B. Epidemiologi
Atresia esofagus pertama kali dikemukakan oleh Hirschprung seorang ahli anak dari Copenhagen pada abad 17 tepatnya pada tahun 1862 dengan adanya lebih kurang 14 kasus atresia esophagus. Kelainan ini sudah diduga sebagai suatu malformasi dari traktus gastrointestinal.
Meskipun sejarah penyakit atresia esofagus dan fistula trakeoesofagus telah dimulai pada abad ke 17, namun penanganan bedah terhadap anomali tersebut tidak berubah sampai tahun 1869. Baru pada tahun 1939, Leven dan Ladd telah berhasil menyelesaikan penanganan terhadap atresia esophagus. Lalu di tahun 1941 seorang ahli bedah Cameron Haight dari Michigan telah berhasil melakukan operasi pada atresia esofagus dan sejak itu pulalah bahwa Atresia Esofagus sudah termasuk kelainan kongenital yang bisa diperbaiki.2,6
Kecenderungan peningkatan jumlah kasus atresia esofagus tidak berhubungan dengan ras tertentu. Namun dari suatu penelitian didapatkan bahwa insiden atresia esofagus paling tinggi ditemukan pada populasi kulit putih (1 kasus per 10.000 kelahiran) dibanding dengan populasi non-kulit putih (0,55 kasus per 10.000kelahiran).
Pada jenis kelamin laki-laki memiliki resiko yang lebih tinggi dibandingkan pada perempuan untuk mendapatkan kelainan atresia esofagus. Rasio kemungkinan untuk mendapatkan kelainan atresia esofagus antara laki-laki dan perempuan adalah sebesar 1,26. Atresia esofagus dan fistula trakeoesofagus adalah kelainan kongenital pada neonatus yang dapat didiagnosis pada waktu-waktu awal kehidupan. Beberapa penelitian menjelaskan hubungan antara resiko atresia esofagus dan umur ibu. Sebuah penelitian menemukan insiden atresia esofagus lebih tinggi pada ibu yang usianya lebih muda dari 19 tahun dan usianya lebih tua dari 30 tahun, dimana beberapa penelitian lainnya juga mengemukakan peningkatan resiko atresia esofagus terhadap peningkatan umur ibu.
Atresia esofagus pertama kali dikemukakan oleh Hirschprung seorang ahli anak dari Copenhagen pada abad 17 tepatnya pada tahun 1862 dengan adanya lebih kurang 14 kasus atresia esophagus. Kelainan ini sudah diduga sebagai suatu malformasi dari traktus gastrointestinal.
Meskipun sejarah penyakit atresia esofagus dan fistula trakeoesofagus telah dimulai pada abad ke 17, namun penanganan bedah terhadap anomali tersebut tidak berubah sampai tahun 1869. Baru pada tahun 1939, Leven dan Ladd telah berhasil menyelesaikan penanganan terhadap atresia esophagus. Lalu di tahun 1941 seorang ahli bedah Cameron Haight dari Michigan telah berhasil melakukan operasi pada atresia esofagus dan sejak itu pulalah bahwa Atresia Esofagus sudah termasuk kelainan kongenital yang bisa diperbaiki.2,6
Kecenderungan peningkatan jumlah kasus atresia esofagus tidak berhubungan dengan ras tertentu. Namun dari suatu penelitian didapatkan bahwa insiden atresia esofagus paling tinggi ditemukan pada populasi kulit putih (1 kasus per 10.000 kelahiran) dibanding dengan populasi non-kulit putih (0,55 kasus per 10.000kelahiran).
Pada jenis kelamin laki-laki memiliki resiko yang lebih tinggi dibandingkan pada perempuan untuk mendapatkan kelainan atresia esofagus. Rasio kemungkinan untuk mendapatkan kelainan atresia esofagus antara laki-laki dan perempuan adalah sebesar 1,26. Atresia esofagus dan fistula trakeoesofagus adalah kelainan kongenital pada neonatus yang dapat didiagnosis pada waktu-waktu awal kehidupan. Beberapa penelitian menjelaskan hubungan antara resiko atresia esofagus dan umur ibu. Sebuah penelitian menemukan insiden atresia esofagus lebih tinggi pada ibu yang usianya lebih muda dari 19 tahun dan usianya lebih tua dari 30 tahun, dimana beberapa penelitian lainnya juga mengemukakan peningkatan resiko atresia esofagus terhadap peningkatan umur ibu.
C.
Tipe Atresia Esophagus
Terdapat
beberapa atresia esofagus, menurut www.esophagealatresia.org, antara lain:
TIPE A
- Disebut juga atresia esofagus murni = atresia esofagus ‘long gap’ = atresia esofagus ‘isolated’
- Ciri-cirinya: adanya ‘gap’ antara dua kantung esofagus.
TIPE B
- Atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus proksimal.
- Ciri-ciri: kantung esofagus bagian atas menyambung secara abnormal ke trakea.
- Sambungan yang tidak normal ini disebut fistula.
TIPE C
- Atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus distal.
- Ciri-ciri: kantung esofagus bagian bawah membuat sambungan yang abnormal dengan trakea.
TIPE D
- Atresia esofagus dengan dua fistula trakeoesofagus sekaligus, baik proksimal maupun distal.
- Ciri-ciri: baik bagian atas maupun bagian bawah dari kantung esofagus membentuk sambungan abnormal ke trakea pada dua tempat yang terpisah dan berbeda.
TIPE E
- Hanya fistula trakeoesofagus saja, tanpa atresia esofagus.
- Terkadang disebut juga sebagai atresia esofagus tipe H atau N
- Tipe yang sangat jarang ini tetap bisa berfungsi secara normal, namun, terdapat sambungan abnormal antara esofagus dan trakea.
- Sambungan yang tidak normal ini disebut fistula.ETIOLOGI
Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital, yang artinya terjadi sebelum kelahiran. Selain anomali kromosom, etiologi lainnya adalah adanya pengaruh teratogen dan faktor imunologis.
Menurut Hockenberry (2002) kengenital anomali ini karena sindrom VATER atau VACTERL yang merupakan kombinasi abnormalitas vertebral, anorektal, kardiovaskuler, trakeoesofageal, renal, serta limb.
TIPE A
- Disebut juga atresia esofagus murni = atresia esofagus ‘long gap’ = atresia esofagus ‘isolated’
- Ciri-cirinya: adanya ‘gap’ antara dua kantung esofagus.
TIPE B
- Atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus proksimal.
- Ciri-ciri: kantung esofagus bagian atas menyambung secara abnormal ke trakea.
- Sambungan yang tidak normal ini disebut fistula.
TIPE C
- Atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus distal.
- Ciri-ciri: kantung esofagus bagian bawah membuat sambungan yang abnormal dengan trakea.
TIPE D
- Atresia esofagus dengan dua fistula trakeoesofagus sekaligus, baik proksimal maupun distal.
- Ciri-ciri: baik bagian atas maupun bagian bawah dari kantung esofagus membentuk sambungan abnormal ke trakea pada dua tempat yang terpisah dan berbeda.
TIPE E
- Hanya fistula trakeoesofagus saja, tanpa atresia esofagus.
- Terkadang disebut juga sebagai atresia esofagus tipe H atau N
- Tipe yang sangat jarang ini tetap bisa berfungsi secara normal, namun, terdapat sambungan abnormal antara esofagus dan trakea.
- Sambungan yang tidak normal ini disebut fistula.ETIOLOGI
Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital, yang artinya terjadi sebelum kelahiran. Selain anomali kromosom, etiologi lainnya adalah adanya pengaruh teratogen dan faktor imunologis.
Menurut Hockenberry (2002) kengenital anomali ini karena sindrom VATER atau VACTERL yang merupakan kombinasi abnormalitas vertebral, anorektal, kardiovaskuler, trakeoesofageal, renal, serta limb.
D.
Klasifikasi
1. Kalasia
Kalasia adalah kelainan yang terjadi
pada bagian bawah esophagus(pada persambungan dengan lambung) yang tidak dapat
menutup rapat sehingga bayi sering regurgitasi bila dibaringkan.
2. Akalasia
Akalasia merupakan kebalikan dari
kalasia, pada akalasia bagian distal esophagus tidak dapat membuka dengan baik
sehingga terjadi keadaan seperti stenosis atau atresia. Disebut pula sebagai
spasme kardio- esofagus. Penyebab akalasia adalah adanya kartilago trakea yang
tumbuh ektopik pada esofagus bagian bawah. Pada pemeriksaan mikroskopis
ditemuka jaringa tulang rawan dalam lapisan otot esophagus. Pertolongannya
adalah tindakan bedah sebelum dioperasi pemberian minum harus dengan sendok
sedikit demi sedikit dengan bayi dalam posisi duduk.
E.
MANIFESTASI KLINIK
Gambaran Atresia Di Tandai Dengan gangguan Proses Menelan waktu lahir dan terjadi gangguan pernapasan bila terjadi gangguan pernapasan bila bahan makanan teraspiasi kesana. Perlu penanggulangan bedah. Dan liur selalu meleleh dari mulut bayi dan berbui. Pada fistula trakea esophagus , cairan lambung juga dapat masuk kedalam paru : oleh karena itu bayi sering sianosis. Pemberian minum dapat menyebabkan batuk atau seperti tercekik dan bayi sianosis.
Kelainan bawaan ini biasanya terdapat pada bayi yang lahir dengan kehamilan hidramnion dan biasanya bayi dalam keadaan kurang bulan. Pada bayi kurang bulan ini, pemberian minum sering menyebabkan bayi tersebut menjadi biru dan apnea tampa batuk –batuk. Jika terdapat fistula trekoesofagus perut bayi tampak membuncit karena terisi udara. Bila dimasukkan kateter melalui mulut sepanjang 7.5 – 10 cm dari bibir, kateter akan terbentur pada ujung esophagus yang buntu: dan jika kateter didorong terus akan melingkar – lingkar di dalam esophagus yang buntu tersebut. Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan memasukkan pipa radio-opak atau larutan kontras liopodol ke dalam esophagus dan dibuat foto toraks biasa.
Gambaran Atresia Di Tandai Dengan gangguan Proses Menelan waktu lahir dan terjadi gangguan pernapasan bila terjadi gangguan pernapasan bila bahan makanan teraspiasi kesana. Perlu penanggulangan bedah. Dan liur selalu meleleh dari mulut bayi dan berbui. Pada fistula trakea esophagus , cairan lambung juga dapat masuk kedalam paru : oleh karena itu bayi sering sianosis. Pemberian minum dapat menyebabkan batuk atau seperti tercekik dan bayi sianosis.
Kelainan bawaan ini biasanya terdapat pada bayi yang lahir dengan kehamilan hidramnion dan biasanya bayi dalam keadaan kurang bulan. Pada bayi kurang bulan ini, pemberian minum sering menyebabkan bayi tersebut menjadi biru dan apnea tampa batuk –batuk. Jika terdapat fistula trekoesofagus perut bayi tampak membuncit karena terisi udara. Bila dimasukkan kateter melalui mulut sepanjang 7.5 – 10 cm dari bibir, kateter akan terbentur pada ujung esophagus yang buntu: dan jika kateter didorong terus akan melingkar – lingkar di dalam esophagus yang buntu tersebut. Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan memasukkan pipa radio-opak atau larutan kontras liopodol ke dalam esophagus dan dibuat foto toraks biasa.
Manifestasi
klini dapat juga berupa sebagai berikut:
Hipersekresi
cairan dari mulut
Gangguan menelan makanan (tersedak, batuk)
Gangguan menelan makanan (tersedak, batuk)
Atresia esophagus harus dicurigai jika :
- Terdapat riwayat polihidramnion ibu
- Kateter yang dipergunakan pada saat kelahiran untuk resusitasi tidak dapat dimasukkan ke dalam lambung.
- Bayi tersebut mempunyai sekresi oral dan faring yang berlebihan
- Terjadi aspirasi, sianosis atau batuk dalam pemberian makan bayi
Bayi dengan atresia tanpa fistula mempunyai abdomen skafoid serta tanpa gas. Pada fistula tanpa atresia yang jarang ditemukan, gejala-gejala yang sering terjadi adalah aspirasi pneumonia berulang dan diagnosisnya dapat tertunda hingga beberapa hari atau bahkan berbulan-bulan. Walaupun aspirasi sekresi faring merupakan temuan yang hampir selalu didapatkan pada penderita-penderita atresia esophagus, namun aspirasi isi lambung melalui suatu fistula di bagian distal menyebabkan pneumonitis kimia yang jauh lebih hebat mengancam jiwa penderita tersebut.
Atresia esophagus terjadi pada 1 : 3000-4500 kelahiran hidup, kira-kira sepertiga dari bayi-bayi tersebut lahir secara premature. Pada lebih dari 75% kasus-kasus yang ditemukan, suatu fistula di antara trakea dan esophagus bagian distal menyertai atresia tersebut.
Anomali-anomali congenital tambahan diantaranya dapat mengencam jiwa pendererita dan terjadi pada minimal 30% bayi denga atresia esophagus. Yang paling sering adalah anomaly kardiovaskuler tetapi dapat pula dijumpai cacat lain pada saluran cerna, saluran kemih, vertebrata, dan system saraf pusat
F.
Tanda dan Gejala
Tanda dan
gejala Atresia Esofagus yang mungkin timbul:
·
Batuk
ketika makan atau minum
·
Bayi
menunjukkan kurangnya minat terhadap makanan atau ketidakmampuan untuk menerima
nutrisi yang cukup (pemberian makan yang buruk)
·
Gelembung
berbusa putih di mulut bayi
·
Memiliki
kesulitan bernapas
·
Memiliki
warna biru atau ungu pada kulit dan membran mukosa karena kekurangan oksigen
(sianosis)
·
Meneteskan
air liur
·
Muntah-muntah
·
Biasanya
disertai hidramnion (60%) dan hal ini pula yang menyebabkan kenaikan frekuensi
bayi lahir prematur, sebaiknya dari anamnesis didapatkan keterangan bahwa
kehamilan ibu diertai hidramnion hendaknya dilakukan kateterisasi esofagus.
Bila kateter terhenti pada jarak ≤ 10 cm, maka di duga atresia esofagus.
·
Bila
pada bbl Timbul sesak yang disertai dengan air liur yang meleleh keluar, di
curigai terdapat atresia esofagus.
·
Segera
setelah di beri minum, bayi akan berbangkis, batuk dan sianosis karena aspirasi
cairan kedalam jalan nafas.
·
Pada
fistula trakeosofagus, cairan lambung juga dapat masuk kedalam paru, oleh
karena itu bayi sering sianosis
Terdapat
beberapa tanda dan gejala atau manifestasi klinik pada atresia esofagus
(Hochenberry, 2002)
-Salivasi dan drooling berlebihan
-Tiga tanda utama trakeoesofageal fistula: batuk, tersedak, sianosis
-Apnea
-Meningkatnya distress pernafasan setelah feeding
-Distensi abdomen
-Kebiruan pada kulit (sianosis) ketika diberi makan
-Batuk, gagging, tersedak ketika diberi makan
-Sulit untuk diberi makan
-Salivasi dan drooling berlebihan
-Tiga tanda utama trakeoesofageal fistula: batuk, tersedak, sianosis
-Apnea
-Meningkatnya distress pernafasan setelah feeding
-Distensi abdomen
-Kebiruan pada kulit (sianosis) ketika diberi makan
-Batuk, gagging, tersedak ketika diberi makan
-Sulit untuk diberi makan
G.
Etiologi
1. Secara
umum :
Salah satu nya adalah kegagalan pada fase embrio terutama pada bayi yang lahir prematur, dan ada Beberapa etiologi yang dapat menimbulkan kelainan konginital Atresia Etsopgus diantaranya:
Salah satu nya adalah kegagalan pada fase embrio terutama pada bayi yang lahir prematur, dan ada Beberapa etiologi yang dapat menimbulkan kelainan konginital Atresia Etsopgus diantaranya:
a. Faktor
obat
Salah satu obat yang dapat menimbulkan kelainan kongenital yaitu thali domine .
Salah satu obat yang dapat menimbulkan kelainan kongenital yaitu thali domine .
b. Faktor
radiasi
Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin yang dapat menimbulkan mutasi pada gen
Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin yang dapat menimbulkan mutasi pada gen
c. Faktor gizi
2. Secara khusus :
Secara epidemologi anomali ini terjadi pada umur kehamilan 3-6 minggu akibat :
a. Deferensasi usus depan yang tidak sempurna dan memisahkan dari masing –masing menjadi esopagus dan trachea .
Perkembangan sel endoteal yang lengkap sehingga menyebabkan terjadinya atresia.
Perlengkapan dinding lateral usus depan yang tidak sempurna sehingga terjadi fistula trachea esophagus
H.
Patofisiologi
Patogenesis dan etiologi atresia esofagus tidaklah jelas. Trakea dan esofagus normalnya berkembang dan terpisah akibat lipatan cranial, ventral, dan dorsal yang muncul di dalam foregut.
Atresia esofagus dengan fistula distal akibat dari invaginasi ventral yang berlebihan pada lipatan faringo-esofagus, yang menyebabkan kantung esofagus bagian atas mencegah lipatan cranial dari menuju ke bawah ke lipatan ventral. Untuk itu, sambungan dipasangkan antara esofagus dan trakea.
Terdapat beberapa tipe atresia esofagus, tetapi anomali yang umum adalah fistula antara esofagus distal dan trakea, sebanyak 80% bayi baru lahir dengan kelainan esofagus. Atresia esofagus dan tracheoesophageal fistula diduga sebagai akibat pemisahan yang tidak sempurna antara lempengan paru dari foregut selama masa awal perkembangan janin. Sebagian besar anomali kongenital pada bayi baru lahir meliputi vertebra, ginjal, janutng, muskuloskeletal, dan sistem gastrointestinal.
Walaupun kelainan perkembangan pada esofagus merupakan hal yang tidak umum terjadi, tetapi apabila terjadi ketidaknormalan harus segera dikoreksi, karena dapat mengancam nyawa. Karena hal ini dapat menyebabkan regurgitasi ketika bayi diberi makan. Agenesis pada esofagus sangat jarang terjadi, kebanyakan atresia dan pembentukan fistula. Pada atresia, segmen esofagus hanya berupa thin, noncanalized cord, dengan kantung proksimal yang tersambung ke faring dan kantung bagian bawah yang menuju ke lambung. Atresia sering terdapat pada bifurksasi (dibagi menjadi dua cabang) trakea terdekat. Jarang hanya atresia sendiri, tetapi biasanya sering dijumpai bersamaan dengan fistula yang menyambungkan kantung bawah atau atas dengan bronkus atau trakea. Anomali yang berhubungan meliputi congenital heart disease, neurologic disease, genitourinary disease, dan other gastrointestinal malformations. Atresia terkadang dihubungkan dengan arteri umbilikus tunggal.
Patogenesis dan etiologi atresia esofagus tidaklah jelas. Trakea dan esofagus normalnya berkembang dan terpisah akibat lipatan cranial, ventral, dan dorsal yang muncul di dalam foregut.
Atresia esofagus dengan fistula distal akibat dari invaginasi ventral yang berlebihan pada lipatan faringo-esofagus, yang menyebabkan kantung esofagus bagian atas mencegah lipatan cranial dari menuju ke bawah ke lipatan ventral. Untuk itu, sambungan dipasangkan antara esofagus dan trakea.
Terdapat beberapa tipe atresia esofagus, tetapi anomali yang umum adalah fistula antara esofagus distal dan trakea, sebanyak 80% bayi baru lahir dengan kelainan esofagus. Atresia esofagus dan tracheoesophageal fistula diduga sebagai akibat pemisahan yang tidak sempurna antara lempengan paru dari foregut selama masa awal perkembangan janin. Sebagian besar anomali kongenital pada bayi baru lahir meliputi vertebra, ginjal, janutng, muskuloskeletal, dan sistem gastrointestinal.
Walaupun kelainan perkembangan pada esofagus merupakan hal yang tidak umum terjadi, tetapi apabila terjadi ketidaknormalan harus segera dikoreksi, karena dapat mengancam nyawa. Karena hal ini dapat menyebabkan regurgitasi ketika bayi diberi makan. Agenesis pada esofagus sangat jarang terjadi, kebanyakan atresia dan pembentukan fistula. Pada atresia, segmen esofagus hanya berupa thin, noncanalized cord, dengan kantung proksimal yang tersambung ke faring dan kantung bagian bawah yang menuju ke lambung. Atresia sering terdapat pada bifurksasi (dibagi menjadi dua cabang) trakea terdekat. Jarang hanya atresia sendiri, tetapi biasanya sering dijumpai bersamaan dengan fistula yang menyambungkan kantung bawah atau atas dengan bronkus atau trakea. Anomali yang berhubungan meliputi congenital heart disease, neurologic disease, genitourinary disease, dan other gastrointestinal malformations. Atresia terkadang dihubungkan dengan arteri umbilikus tunggal.
I.
Penegakan Diagnosa
Diagnosa harus ditegakkan secara dini, lebih baik lagi jika berhasil dibuat ketika berada di kamar bersalin, karena aspirasi paru merupakan penentu prognosis utama. Sekali diduga adanya atresia esophagus, maka kegagalan utnuk memasukkan suatu kateter ke dlaam lambung memastikan diagnosis. Biasanya kateter tersebut akan terhenti secara tiba-tiba pada jarak 10-11 cm dari garis batas atas gusi dan rontgenogram yang dilakukan, memperlihatkan kateter yang menggulung terletak didalam esophagus bagian atas.
Diagnosa harus ditegakkan secara dini, lebih baik lagi jika berhasil dibuat ketika berada di kamar bersalin, karena aspirasi paru merupakan penentu prognosis utama. Sekali diduga adanya atresia esophagus, maka kegagalan utnuk memasukkan suatu kateter ke dlaam lambung memastikan diagnosis. Biasanya kateter tersebut akan terhenti secara tiba-tiba pada jarak 10-11 cm dari garis batas atas gusi dan rontgenogram yang dilakukan, memperlihatkan kateter yang menggulung terletak didalam esophagus bagian atas.
Kadang
kadang, rontgenogram yang dilakukan memperlihatkan gambaran khas suatu
esophagus yang mengembang karena udara yang di dalamnya. Adanya udara di dalam
abdomen menunjukan adanya suatu fistula di antara trakea dan esogfagus bagian
distal.
JIka dipergunakan bahan kontras, maka bahan kontras tersebut haruslah bahan yang dapat larut air. Bila diberikan kurang dari 1 ml dengan pengawasan fluoroskopis maka sudah cukup untuk memperlihatkan gambaran dari kantung atas yang buntu. Kemudian bahan tersebut harus disingkirkan kembali untuk mencegahnya masuk ke dalam paru-paru dan mencegah pneumonia kimia.
JIka dipergunakan bahan kontras, maka bahan kontras tersebut haruslah bahan yang dapat larut air. Bila diberikan kurang dari 1 ml dengan pengawasan fluoroskopis maka sudah cukup untuk memperlihatkan gambaran dari kantung atas yang buntu. Kemudian bahan tersebut harus disingkirkan kembali untuk mencegahnya masuk ke dalam paru-paru dan mencegah pneumonia kimia.
Beberapa fistula tanpa atresia dinamakan tipe H.
- Diagnosa pasti dengan thorax foto : menunjukkan gambaran kateter terhenti pada tempat atresia.
- Fluoros copy dan Bronchos copy dapat memberi gambaran yang lebih jelas
- Dalam foto abdomen perlu dibedakan apakah lambung terisi udara atau kosong dapat digunakan untuk menunjang diagnosa fistula tracheo esophagus
J.
Penatalaksanaan
Pasang
sonde lambung no. 6 – 8 F yang cukup halus. Dan radioopak sampai di esophagus
yang buntu. Lalu isap air liur secara teratur setiap 10 – 15 menit. Pada Gross
type II, tidur terlentang kepala lebih tinggi. Pada Gross type I, tidur
terlentang kepala lebih rendah. Bayi dipuasakan dan diinfus. Kemudian segera
siapkan operasi.(FKUI.1982).
Pemberian minum baik oral/enteral merupakan kontra indikasi mutlak untuk bayi ini. Bayi sebaiknya ditidurkan dengan posisi “prone”/ telungkup, dengan posisi kepala 30o lebih tinggi. Dilakukan pengisapan lendir secara berkala, sebaiknya dipasang sonde nasogastrik untuk mengosongkan the blind-end pouch. Bila perlu bayi diberikan dot agar tidak gelisah atau menangis berkepanjangan
Pemberian minum baik oral/enteral merupakan kontra indikasi mutlak untuk bayi ini. Bayi sebaiknya ditidurkan dengan posisi “prone”/ telungkup, dengan posisi kepala 30o lebih tinggi. Dilakukan pengisapan lendir secara berkala, sebaiknya dipasang sonde nasogastrik untuk mengosongkan the blind-end pouch. Bila perlu bayi diberikan dot agar tidak gelisah atau menangis berkepanjangan
Penatalaksanaan
oleh bidan
- Pasang sonde lambung antara No 6-8 F yang cukup kalen dan radio opak sampai di esophagus yang buntu. Lalu isap air liur secara teratur setiap 10-15 menit.
- Pada groos II bayi tidur terlentang dengan kepala lebih tinggi.
- Pada groos I bayi tidur terlentang dengan kepala lebih rendah.
- Bayi di puasakan dan di infuse
- Konsultasi dengan yang lebih kompeten
- Rujuk ke rumah sakit
- Pasang sonde lambung antara No 6-8 F yang cukup kalen dan radio opak sampai di esophagus yang buntu. Lalu isap air liur secara teratur setiap 10-15 menit.
- Pada groos II bayi tidur terlentang dengan kepala lebih tinggi.
- Pada groos I bayi tidur terlentang dengan kepala lebih rendah.
- Bayi di puasakan dan di infuse
- Konsultasi dengan yang lebih kompeten
- Rujuk ke rumah sakit
K.
Pengobatan
Penderita
atresia esophagus seharusnya ditengkurapkan untuk mengurangi kemungkinan isi
lambung masuk ke dalam paru-paru. Kantong esophagus harus secara teratur
dikosongkan dengan pompa untuk mencegah aspirasi sekret. Perhatian yang cermat
harus diberikan terhadap pengendalian suhu, fungsi respirasi dan pengelolaan
anomaly penyerta kadang-kadang, kondisi penderita mengharuskan operasi tersebut
dilakukan secara bertahap:
Tahap pertama biasanya adalah pengikatan fistula dan pemasukan pipa gastrotomi untuk memasukkan makanan,
Tahap kedua adalah anastomosis primer, makanan lewat mulut biasanya dapat diterima. Esofagografi pada hari ke 10 akan menolong menilai keberhasilan anastomosis.
Malformasi struktur trakhea sering ditemukan pada penderita atresia dan fistula esophagus. Trakeomalasia, pneumonia aspirasi berulang, dan penyakit saluran nafas reaktif sering ditemukan. Perkembangan trakheanya normal jika ada fistula, stenosis esophagus dan refluks gastroesofagus berat lebih sering pada penderita ini.
Tahap pertama biasanya adalah pengikatan fistula dan pemasukan pipa gastrotomi untuk memasukkan makanan,
Tahap kedua adalah anastomosis primer, makanan lewat mulut biasanya dapat diterima. Esofagografi pada hari ke 10 akan menolong menilai keberhasilan anastomosis.
Malformasi struktur trakhea sering ditemukan pada penderita atresia dan fistula esophagus. Trakeomalasia, pneumonia aspirasi berulang, dan penyakit saluran nafas reaktif sering ditemukan. Perkembangan trakheanya normal jika ada fistula, stenosis esophagus dan refluks gastroesofagus berat lebih sering pada penderita ini.
Pengobatan
pada atresia etsophagus setelah dirujuk, yaitu antara lain:
a. Keperawatan
Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah terjadinya regurgitasi cairan lambung ke dalam paru, cairan lambung harus sering diisap untuk mencegah aspirasi.
b. Medik
Pengobatan dilakukan dengan operasi. Pada penderita atresia anus ini dapat diberikan pengobatan sebagai berikut :
- Fistula yaitu dengan melakukan kolostomia sementara dan setelah 3 bulan dilakukan koreksi sekaligus
- Eksisi membran anal
a. Keperawatan
Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah terjadinya regurgitasi cairan lambung ke dalam paru, cairan lambung harus sering diisap untuk mencegah aspirasi.
b. Medik
Pengobatan dilakukan dengan operasi. Pada penderita atresia anus ini dapat diberikan pengobatan sebagai berikut :
- Fistula yaitu dengan melakukan kolostomia sementara dan setelah 3 bulan dilakukan koreksi sekaligus
- Eksisi membran anal
L.
Komplikasi
Komplikasi – komplikasi yang bisa timbul setelah operasi
perbaikan pada atresia esophagus dan fistula atresia esophagus adalah sebagai
berikut :
1. Dismotilitas esophagus.
Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin
esophagus. Berbagai tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini.
Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah mulai makan dan minum.
2. Gastroesofagus refluk.
Kira-kira 50 % bayi yg menjalani operasi ini kana
mengalami gastroesofagus refluk pd s’t kanak2 / dewasa, dimana asam lambung
naik / refluk ke esophagus. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat (medical)
atau pembedahan.
3. Trakeo esogfagus fistula berulang.
Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan seperti
ini.
4. Disfagia
atau kesulitan menelan.
Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat
esophagus yang diperbaiki. Keadaan ini dapat diatasi dengan menelan air untuk
tertelannya makanan dan mencegah terjadinya ulkus.
5. Kesulitan bernafas dan tersedak.
Komplikasi ini berhubungan dengan proses menelan makanan,
tertahannya makanan & aspirasi makanan ke dalam trakea.
6. Batuk kronis.
Batuk merupakan gejala yg umum setelah operasi perbaikan
atresia esophagus, hal ini disebabkan kelemahan dari trakea.
7. Meningkatnya infeksi
saluran pernafasan.
Pencegahan
keadaan ini adalah dengan mencegah kontak dengan orang yang menderita flu & meningkatkan daya tahan tubuh dengan
mengkonsumsi vitamin &
suplemen.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya
lubang atau muara (buntu), pada esofagus (+). Pada sebagian besar kasus atresia
esofagus ujung esofagus buntu, sedangkan pada ¼ -1/3 kasus lainnya esophagus
bagian bawah berhubungan dengan trakea setinggi karina (disebut sebagai atresia
esophagus dengan fistula).
Klasifikasi
atresia esophagus antara lain kalasia dan akalasia. Pengobatan pada atresia
esophagus bias dilakukan dengan cara keperawatan dan secara medic.
B.
Saran
·
Kepada
klien agar lebih mengetahui tentang atresia esophagus baik pengertian maupun
gejalanya, sehingga apabila dijumpai tanda gejala hipoglikemi tersebut maka
klien segera ke tempat pelayanan kesehatan.
·
Kepada
tenaga kesehatan terutama bidan agar dapat memberi penanganan segara bila
menemui kasus atresia esophagus, sehingga tidak terjadi komplikasi yang
berlanjut.
·
Kepada
pembaca agar memahami apa itu atresia esophagus dan pencegahan yang dapat di
lakukan, sehingga pembaca dapat menerapkan prinsip preventif sebelum kuratif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar