BAB III
PEMBAHASAN
3. 1. OKSIGENASI
a. Pengertian
Oksigen
(O2) adalah satu komponen
gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan
hidup seluruh sel-sel tubuh. Oksigenasi adalah peristiwa
menghirup udara dari luar yang mengandung Oksigen (O2) kedalam tubuh
serta menghembuskan Karbondioksida (CO2) sebagai hasil sisa
oksidasi.
Penyampaian
oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh sistem respirasi (pernafasan),
kardiovaskuler dan hematology.
b.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi
a) Saraf otonom
Rangsangan simpatis dan parasimpatis dari saraf otonom
dapat mempengaruhi
kemampuan untuk dilatasi dan konstriksi. Hal ini dapat terlihat ketika terjadi
rangsangan baik oleh simpatis maupun parasimpatis.
b) Hormonal dan obat
Semua
hormon termasuk derivat katekolamin yang dapat melebarkan saluran pernapasan.
c) Alergi pada
saluran napas
Banyak
faktor yang menimbulkan keadaan alergi antara lain debu, bulu binatang, serbuk benang sari bunga, kapuk, makanan dan lain-lain.
d)
Faktor
perkembangan
Tahap
perkembangan anak dapat mempengaruhi jumlah kebutuhan oksigenasi karena usia
organ di dalam tubuh seiring dengan usia perkembangan anak.
e) Faktor
lingkungan
Kondisi
lingkungan yang dapat memengaruhi kebutuhan oksigenasi, seperti faktor alergi,
ketinggian dan suhu. Kondisi-kondisi tersebut mempengaruhi kemampuan adaptasi.
f) Faktor perilaku
Perilaku
yang dimaksud diantaranya adalah perilaku dalam mengkonsumsi makanan (status
nutrisi), aktivitas yang dapat meningkatkan kebutuhan oksigenasi, merokok dan
lain-lain.
c.
Gangguan/Masalah Kebutuhan Oksigenasi
a)
Hipoksia
Hipoksia
merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan kebutuhan oksigen dalam tubuh
akibat defisiensi oksigen atau peningkatan penggunaan oksigen di sel,
sehingga dapat memunculkan tanda seperti kulit kebiruan (sianosis).
b)
Perubahan
Pola Pernapasan
1) Takipnea,
merupakan pernapasan dengan frekuensi lebih dari 24 kali per menit. Proses ini
terjadi karena paru-paru dalam keadaan atelektaksis atau terjadi emboli.
2) Bradipnea,
merupakan pola pernapasan yang lambat abnormal, ±10 kali per menit. Pola ini
dapat ditemukan dalam keadaan peningkatan tekanan intracranial yang di
sertai narkotik atau sedatif.
3) Hiperventilasi,
merupakan cara tubuh mengkompensasi metabolisme tubuh yang melampau tinggi
dengan pernapasan lebih cepat dan dalam, sehingga terjadi peningkatan jumlah
oksigen dalam paru-paru. Proses ini ditandai adanya peningkatan denyut nadi,
napas pendek, adanya nyeri dada, menurunnya konsentrasi CO2 dan lain-lain.
4) Kussmaul,
merupakan pola pernapasan cepat dan dangkal yang dapat ditemukan pada orang
dalam keadaan asidosis metabolik.
5) Hipoventilasi,
merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan karbondioksida dengan cukup pada saat
ventilasi alveolar, serta tidak cukupnya jumlah udara yang memasuki alveoli
dalam penggunaan oksigen.
6) Dispnea, merupakan sesak
dan berat saat pernapasan. Hal ini dapat disebabkan oleh
perubahan kadar gas dalam darah/jaringan, kerja berat/berlebuhan, dan pengaruh psikis.
7) Ortopnea,
merupakan kesulitan bernapas kecuali pada posisi duduk atau berdiri dan
pola ini sering ditemukan pada seseorang yang mengalami kongesif paru-paru.
8) Cheyne stokes,
merupakan siklus pernapasan yang amplitudonya mula-mula naik kemudian menurun
dan berhenti, lalu pernapasan dimulai lagi dari siklus baru. Periode apnea
berulang secara teratur.
9) Pernapasan
paradoksial, merupakan pernapasan dimana
dinding paru-paru bergerak berlawanan arah dari keadaan normal. Sering
ditemukan pada keadaan atelektasis.
10) Biot,
merupakan pernapasan dengan irama yang mirip dengan cheyne stokes, akan
tetapi amplitudonya tidak teratur.
11) Stridor,
merupakan pernapasan bising yang terjadi karena penyempitan pada saluran
pernapasan. Pada umumnya ditemukan pada kasus spasme trachea atau
obstruksi laring.
d. Tindakan
untuk Mengatasi Masalah Kebutuhan Oksigenasi
a)Latihan
napas
Latihan
napas merupakan cara bernapas untuk memperbaiki ventilasi alveoli atau
memelihara pertukaran gas, mencegah atelektaksis, meningkatkan efisiensi batuk,
dan dapat mengurangi stress.
Prosedur Kerja :
1) Cuci
tangan
2) Jelaskan
pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
3) Atur
posisi (duduk atau terlentang)
4) Anjurkan
untuk mulai latihan dengan cara menarik napas terlebih dahulu melalui hidung dengan mulut tertutup.
5) Kemudian
anjurkan pasien untuk menahan napas sekitar 1-1,5 detik dan disusul dengan menghembuskan napas melalui bibir dengan
bentuk mulut seperti orang meniup.
6) Catat
respon yang terjadi
7) Cuci
tangan
b)
Latihan
batuk efektif
Latihan
batuk efektif merupakan cara melatih pasien yang tidak memiliki kemampuan
batuk secara efektif untuk membersihkan jalan napas (laring, trachea, dan
bronkhiolus) dari sekret atau benda asing.
Prosedur Kerja :
1) Cuci tangan
2) Jelaskan pada pasien
mengenai prosedur yang akan dilakukan
3) Atur posisi dengan
duduk di tepi tempat tidur dan membungkuk ke depan
4) Anjurkan untuk menarik
napas, secara pelan dan dalam, dengan menggunakan pernapasan diafragma.
5) Setelah itu tahan napas
selama ± 2 detik
6) Batukkan
2 kali dengan mulut terbuka
7) Tarik napas dengan
ringan
8) Istirahat
9) Catat respons yang
terjadi
10)Cuci
tangan
c)Pemberian
oksigen
Pemberian
oksigen merupakan tindakan memberikan oksigen ke dalam paru-paru melalui
saluran pernapasan dengan alat bantu oksigen. Pemberian oksigen pada pasien
dapat melalui tiga cara yaitu melalui kanula, nasal, dan masker. Pemberian
oksigen tersebut bertujuan untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan mencegah
terjadinya hipoksia.
Persiapan Alat dan
Bahan :
1) Tabung oksigen lengkap dengan flowmeter dan
humidifier
2) Nasal
kateter, kanula, atau masker
3) Vaselin,/lubrikan
atau pelumas ( jelly)
Prosedur Kerja :
1) Cuci
tangan
2) Jelaskan
pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
3) Cek
flowmeter dan humidifier
4) Hidupkan
tabung oksigen
5) Atur
posisi semifowler atau posisi yang telah disesuaikan dengan kondisi pasien.
6) Berikan
oksigen melalui kanula atau masker.
7) Apabila
menggunakan kateter, ukur dulu jarak hidung dengan telinga, setelah itu berikan
lubrikan dan masukkan.
8) Catat
pemberian dan lakukan observasi.
9) Cuci
tangan
d)
Fisioterapi
dada
Fisioterapi
dada merupakan tindakan melakukan postural drainage, clapping, dan vibrating pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan untuk meningkatkan
efisiensi pola pernapasan dan membersihkan jalan napas.
Persiapan
Alat dan Bahan :
1)
Pot
sputum berisi desinfektan
2)
Kertas
tisu
3)
Dua
balok tempat tidur (untuk postural drainage)
4)
Satu
bantal (untuk postural drainage)
Prosedur
Kerja :
Postural drainage
1) Cuci
tangan
2) Jelaskan
pada pasien mengenai prosedur yang akan dilaksanakan
3) Miringkan
psien ke kiri (untuk membersihkan bagian paru-paru kanan)
4) Miringkan pasien ke kanan (untuk membersihkan bagian
paru-paru kiri)
5) Miringkan
pasien ke kiri dengan tubuh bagian belakang kanan disokong satu bantal (untuk membersihkan bagian lobus tengah)
6) Lakukan postural drainage ± 10-15
menit
7) Observasi
tanda vital selama prosedur
8) Setelah
pelaksanaan postural drainage,
dilakukan clapping, vibrating, dan
suction.
9) Lakukan
hingga lendir bersih
10) Catat
respon yang terjadi
11) Cuci
tangan
Clapping
1) Cuci tangan
2) Jelaskan pada
pasien mengenai prosedur yang akan dilaksanakan
3) Atur posisi
pasien sesuai dengan kodisinya
4) Lakukan
clapping dengan cara kedua tangan perawat menepuk punggung
pasien secara bergantian hingga ada rangsangan batuk.
5) Bila pasien
sudah batuk, berhenti sebentar dan anjurkan untuk menampung sputum pada
pot sputum.
6) Lakukan hingga
lendir bersih
7) Catat respon
yang terjadi
8) Cuci
tangan
Vibrating
1) Cuci tangan
2) Jelaskan pada
pasien mengenai prosedur yang akan dilaksanakan
3) Atur posisi
pasien sesuai dengan kondisinya
4) Lakukan
vibrating dengan menganjurkan pasien untuk menarik napas dalam dan meminta
pasien untuk mengularkan napas perlahan-lahan. Untuk itu, letakkan kedua
tangan di atas bagian samping depan dari
cekungan iga dan getarkan secara perlahan-lahan. Hal tersebut dilakukan
secara berkali-kali hingga pasien ingin batuk dan mengeluarkan sputum.
5) Bila pasien
sudah batuk, berhenti sebentar dan anjurkan untuk menampung sputum di pot sputum.
6) Lakukan hingga
lendir bersih
7) Catat respon
yang terjadi
8) Cuci tangan
e)Pengisapan
lendir
Pengisapan
lendir (suction) merupakan tindakan pada pasien yang tidak mampu mengeluarkan
sekret atau lendir secara sendiri. Tindakan tersebut dilakukan untuk
membersihkan jalan napas dan memenuhi kebutuhan oksegenasi.
Persiapan Alat dan Bahan :
1) Alat pengisap lendir
dengan botol yang berisi larutan desinfektan
2) Kateter pengisap lendir
3) Pinset steril
4) Dua kom berisi larutan
akuades/NaCl 0,9% dan larutan desinfektan
5) Kasa steril
6) Kertas tisu
Prosedur Kerja :
1) Cuci tangan
2) Jelaskan pada pasien
mengenai prosedur yang akan dilaksanakan.
3) Atur pasien dalam
posisi terlentang dan kepala miring ke arah perawat
4) Gunakan sarung tangan
5) Hubungakan kateter
penghisap dengan selang penghisap
6) Hidupkan
mesin penghisap
7) Lakukan penghisapan
lendir dengan memasukan kateter pengisap ke dalam kom berisi akuades atau NaCl
0,9% untuk mencegah trauma mukosa.
8) Masukkan kateter
pengisap dalam keadaan tidak mengisap
9) Tarik
lendir dengan memutar kateter pengisap sekitar 3-5 detik
10) Bilas kateter dengan
akuades atau NaCl 0,9%
11) Lakukan hingga lendir
bersih
12) Catat respon yang
terjadi
13) Cuci tangan
3.2 NUTRISI
a. Pengertian
Nutrisi
adalah substansi organik yang
dibutuhkan organisme untuk fungsi normal dari sistem tubuh, pertumbuhan, pemeliharaan kesehatan.
Nutrisi didapatkan dari makanan dan cairan yang selanjutnya diasimilasi oleh
tubuh.
Penelitian di bidang nutrisi mempelajari hubungan antara makanan dan
minuman terhadap kesehatan dan penyakit, khususnya dalam menentukan diet yang
optimal. Pada masa lalu, penelitian mengenai nutrisi hanya terbatas pada pencegahan
penyakit kurang gizi dan menentukan standard kebutuhan dasar nutrisi pada
makhluk hidup. Angka kebutuhan nutrisi (zat gizi) dasar ini dikenal di dunia
internasional dengan istilah Recommended Daily Allowance (RDA). Seiring dengan
perkembangan ilmiah di bidang medis dan biologi molekular, bukti-bukti medis
menunjukkan bahwa RDA belum mencukupi untuk menjaga fungsi optimal tubuh dan
mencegah atau membantu penanganan penyakit kronis. Bukti-bukti medis
menunjukkan bahwa akar dari banyak penyakit kronis adalah stres oksidatif yang
disebabkan oleh berlebihnya radikal bebas di dalam tubuh. Penggunaan nutrisi
dalam level yang optimal, dikenal dengan Optimal Daily Allowance (ODA),
terbukti dapat mencegah dan menangani stres oksidatif sehingga membantu pencegahan
penyakit kronis. Level optimal ini dapat dicapai bila jumlah dan komposisi
nutrisi yang digunakan tepat. Dalam penanganan penyakit, penggunaan nutrisi
sebagai pengobatan komplementer dapat membantu efektifitas dari pengobatan dan
pada saat yang bersamaan mengatasi efek samping dari pengobatan. Karena itu,
nutrisi / gizi sangat erat kaitannya dengan kesehatan yang optimal dan
peningkatan kualitas hidup. Hasil ukur bisa dilakukan dengan metode
antropometri
Nutrisi adalah kebutuhan vital bagi semua makhluk hidup.
Karena itulah ilmu gizi dipelajari dalam berbagai macam disiplin ilmu. Nutrisi
bagi manusia telah dipelajari dalam bidang kedokteran sejak lahirnya ilmu
kedokteran. Sekarang bahkan menjadi satu bidang spesialis yaitu Spesialis Gizi
Klinik. Sebagai seorang dokter spesialis gizi klinik, saya berkeyakinan bahwa
peran utama nutrisi adalah di bidang preventif disamping terapeutik.Konsumsi
nutrien (zat gizi) yang buruk bagi tubuh -tiga kali sehari selama puluhan
tahun- akan menjadi racun yang mengakibatkan penyakit di kemudian hari.
b. Faktor Yang Memengaruhi Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi adalah :
Kebiasaan
Adanya kebiasaan yang merugikan
atau pantangan terhadap makanan tertantu dapat juga memengaruhi status gizi.
Prasangka
Prasangka buruk terhadap
beberapa jenis bahan makanan yang bernilai gizi tinggi, dapat memengaruhi
status gizi seseorang.
Pengetahuan
Rendahnya pengetahuan tentang
manfaat makanan bergizi dapat memengaruhi pola konsumsi makan. Hal tersebut
dapt disebabkan oleh kurangnya iinformasi, sehingga dapat terjadi kesalaahan
dalam pemenuhan kebutuhan gizi.
Ekonomi
Status ekonomi dapat memengaruhi
perubahan status gizi. Penyediaan makanan yang bergizi membutuhkan dana yang
tidak sedikit, sehingga perubahan status gizi dipengaruhi oleh status ekonomi. Dengan
kata lain, orang dengan status ekonomi kurang biasanya kesulitan dalam
penyediaan makanan bergizi. Sebaliknya, orang dengan status ekonomi cukup lebih
mudah untuk menyediakan makanan yang bergizi.
Kesukaan
Kesukaan yang berlebihan
terhadap suatu jenis makanan dapat mengakibatkan kurangnya variasi makanan,
sehingga tubuh tidak memperoleh zat-zat gizi yang dibutuhkan secara cukup
c. Prosedur Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi
Ini adalah kelanjutan posting
sebelumnya (baca : Penghisapan Lendir)
Kebutuhan nutrisi bagi tubuh
merupakan suatu kebutuhan dasar manusia yang sangat penting. Dilihat dari
kegunaannya, nutrisi merupakan sumber energi untuk segala aktivitas dalam
sistem tubuh.
Sumber nutrisi dalam tubuh
berasal dari dalam tubuh sendiri, seperti glikogen yang terdapat dalam otot dan
hati ataupun protein dan lemak dalam jaringan dan sumber lain yang berasal dari
luar tubuh seperti yang sehari-hari dimakan oleh manusia. Pemenuhan kebutuhan
nutrisi pada anak akan sangat berguna dalam membantu proses tumbuh-kembang.
Prosedur Pemenuhan Kebutuhan
Nutrisi pada orang sakit yang tidak mampu secara mandiri dapat dilakukan
dengan cara membantu memenuhinya melalui oral (mulut), enteral (pipa lambung)
atau parenteral (infus).
Pemberian Nutrisi Melalui Oral (Mulut)
Tindakan ini merupakan tindakan
keperawatan yang dilakukan pada klien yang tidak mampu memenuhi kebutuhan
nutrisi per-oral secara mandiri
Tujuan Pemberian Nutrisi Melalui Oral (Mulut)
1.
Memenuhi
kebutuhan nutrisi pasien
Alat dan Bahan Pemberian Nutrisi Melalui Oral (Mulut)
1.
Piring
2.
Sendok
3.
Garpu
4.
Gelas
5.
Serbet
6.
Mangkok cuci
tangan
7.
Pengalas
8.
Makanan dengan
menu dan porsi sesuai dengan program
Prosedur Kerja Pemberian Nutrisi Melalui Oral (Mulut)
1.
Berikan
penjelasan
2.
Cuci tangan
3.
Atur posisi
pasien dengan duduk atau setengah duduk sesuai dengan kondisi pasien
4.
Pasang pengalas
5.
Tawarkan pasien
melakukan ritual makan (misalnya: berdo'a sebelum makan<)
6.
Bantu aktivitas
dengan cara menyuap makan sedikit demi sedikit dan berikan minum sesudah makan
7.
Bila selesai
makan, bersihkan mulut pasien dan anjurkan duduk sbentar
8.
Catat tindakan
dan hasil atau respons terhadap tindakan
9.
Cuci tangan
setelah prosedur dilakukan
3.3 KESEIMBANGAN
CAIRAN DAN ELEKTROLIT
Pengertian
Volume air dalam tubuh manusia mencapai sekitar 60% dari
berat badannya, dan terbagi menjadi:
1. CAIRAN
INTRA SELLULLAIR : merupakan cairan yang berada didalam sel tubuh dan
volumenya mencapai sekitar 40% berat badan manusia.
2. CAIRAN EXTRA SELLULLAIR :
merupakan cairan yang berada diluar sel tubuh manusia dan volumenya mencapai
sekitar 20 % berat badan manusia.
Cairan extra
sellullair ini terbagi lagi menjadi : CAIRAN INTERSTITIAL yang merupakan cairan yang terletak
diantara sel sel tubuh manusia dan mencapai sekitar 15% dari berat badan, dan
CAIRAN PLASMA yang merupakan cairan yang terletak dalam pembuluh darah dan
mencapai sekitar 5% berat badan manusia.
Misalkan pada
seseorang dengan berat badan 70 kilogram, maka :
Volume cairan total
dalam tubuhnya adalah : 60% x 700 kg = 42 liter, yang terbagi menjadi : CAIRAN
INTRA SELLULLAIR : 28 liter, CAIRAN INTERSTITIAL : 10,5 liter, dan CAIRAN
PLASMA : 3,5 liter.
Antara cairan
intrasellullair dan cairan extra sellullair dibatasi oleh dinding sel atau
membrane sel, sedangkan antara cairan intra vaskulair dan cairan interstitial
dibatasi oleh dinding pembuluh darah. Membran sel berbeda dengan pembuluh
darah, dimana membrane sel bersifat semi permeable terhadap solute
terutama yang larut dalam air (glukosa,elektrolit ) sedangkan dinding pembuluh
darah permeable terhadap elektrolit dan glukosa, tetapi relative impermeable
terhadap protein. Protein disini dapat menarik cairan interstitial masuk ke
dalam cairan intravaskulair (plasma) , sedangkan tekanan yang ditimbulkan oleh
protein dalam plasma disebut tekanan onkotik plasma.
Keseimbangan
cairan dalam tubuh terjadi apabila jumlah cairan yang masuk kedalam tubuh, sama
dengan jumlah cairan yang dikeluarkan oleh tubuh. Pemasukan cairan kedalam
tubuh berasal dari : makanan, minuman dan hasil oksidasi bahan makanan.
Pengeluaran cairan keluar tubuh melalui : urine,kulit, paru-paru dan tinja. Pengeluaran lewat kulit, paru dan tinja
dikenal pula sebagai INSENSIBLE LOSS ( pengeluaran yang tak tampak ).
Volume cairan yang masuk dan keluar tubuh adalah sebagai
berikut :
PEMASUKAN :
PENGELUARAN :
Makanan
1000
cc
Urine 1500 cc
Minuman
1300
cc
Tinja 200 cc
Metabolisme 300cc Paru 300cc
Kulit 600
cc
JUMLAH
2600
cc
JUMLAH 2600 cc
Pengaturan keseimbangan cairan dalam tubuh manusia
dilakukan oleh :
1. Ginjal
dan Paru-paru
2. Hormon
: misalnya : ADH,Aldosteron,dsb
3. Rasa
Haus
3.4. ELIMINASI
a. Pengertian
Eliminasi
Menurut kamus bahasa Indonesia,
eliminasi adalah pengeluaran, penghilangan, penyingkiran, penyisihan.Dalam
bidang kesehatan, Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh
baik berupa urin atau bowel (feses). Eliminasi pada manusia digolongkan menjadi
2 macam, yaitu:
1.
Defekasi
Buang air besar atau defekasi adalah
suatu tindakan atau proses makhluk hidup untuk membuang kotoran atau tinja yang
padat atau setengah-padat yang berasal dari sistem pencernaan (Dianawuri,
2009).
2.
Miksi
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila
kandung kemih terisi. Miksi ini sering disebut buang air kecil.
b. Faktor-faktor
yang mempengaruhi eliminasi
a.
Faktor-faktor yang mempengaruhi defekasi
antara lain:
1. UMUR
Umur tidak hanya mempengaruhi
karakteristik feses, tapi juga pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol
eliminasinya sampai sistem neuromuscular berkembang, biasanya antara umur 2 – 3
tahun. Orang dewasa juga mengalami perubahan pengalaman yang dapat mempengaruhi
proses pengosongan lambung. Diantaranya adalah atony (berkurangnya
tonus otot yang normal) dari otot-otot polos colon yang dapat berakibat pada
melambatnya peristaltik dan mengerasnya (mengering) feses, dan menurunnya tonus
dari otot-otot perut yagn juga menurunkan tekanan selama proses pengosongan
lambung. Beberapa orang dewasa juga mengalami penurunan kontrol terhadap
muskulus spinkter ani yang dapat berdampak pada proses defekasi.
2.
DIET
Makanan adalah faktor utama yang
mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting
untuk memperbesar volume feses. Makanan tertentu pada beberapa orang sulit atau
tidak bisa dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di
beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Makan yang teratur mempengaruhi
defekasi. Makan yang tidak teratur dapat
mengganggu keteraturan pola defekasi.
Individu yang makan pada waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu
keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola
aktivitas peristaltik di colon.
3.
CAIRAN
Pemasukan cairan juga mempengaruhi
eliminasi feses. Ketika pemasukan cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (cth:
urine, muntah) yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk
mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang colon. Dampaknya chyme
menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi
berkurangnya pemasukan cairan memperlambat perjalanan chyme di sepanjang
intestinal, sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan dari chyme.
4.
TONUS OTOT
Tonus perut, otot pelvik dan diafragma
yang baik penting untuk defekasi. Aktivitasnya juga merangsang peristaltik yang
memfasilitasi pergerakan chime sepanjang colon. Otot-otot yang lemah sering
tidak efektif pada peningkatan tekanan intraabdominal selama proses defekasi
atau pada pengontrolan defekasi. Otot-otot yang lemah merupakan akibat dari
berkurangnya latihan (exercise), imobilitas atau gangguan fungsi syaraf.
5.
FAKTOR PSIKOLOGI
Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi.
Penyakit-penyakit tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa
jadi mempunyai komponen psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa orang yagn
cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik dan frekuensi diare.
Ditambah lagi orang yang depresi bisa memperlambat motilitas intestinal, yang
berdampak pada konstipasi.
6.
GAYA HIDUP
Gaya hidup mempengaruhi eliminasi feses pada beberapa cara.
Pelathan buang air besar pada waktu dini dapat memupuk kebiasaan defekasi pada
waktu yang teratur, seperti setiap hari setelah sarapan, atau bisa juga
digunakan pada pola defekasi yang ireguler. Ketersediaan dari fasilitas toilet,
kegelisahan tentang bau, dan kebutuhan akan privacy juga mempengaruhi pola
eliminasi feses. Klien yang berbagi satu ruangan dengan orang lain pada suatu
rumah sakit mungkin tidak ingin menggunakan bedpan karena privacy dan
kegelisahan akan baunya.
7.
OBAT-OBATAN
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh
terhadap eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti
dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur
pemberian morphin dan codein,menyebabkan konstipasi.Beberapa obat secara
langsung mempengaruhi eliminasi.
Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus dan memudahkan
eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan feses, mempermudah defekasi.
Obat-obatan tertentu seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan
aktivitas peristaltic dan kadang-kadang digunakan untuk mengobati diare.
c. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat menangani
pasien dalam eliminasi
1. Privacy
Privacy selama defekasi sangat penting
untuk kebanyakan orang. Perawat seharusnya menyediakan waktu sebanyak mungkin
seperti kepada klien yang perlu menyendiri untuk defeksi. Pada beberapa klien
yang mengalami kelemahan, perawat mungkin perlu menyediakan air atau alat kebersihan
seperti tissue dan tetap berada dalam jangkauan pembicaraan dengan klien.
2. Waktu
Klien seharusnya dianjurkan untuk
defeksi ketika merasa ingin defekasi. Untuk menegakkan keteraturan eliminasi
alvi, klien dan perawat dapat berdiskusi ketika terjadi peristaltik normal dan menyediakan
waktu untuk defekasi. Aktivitas lain seperti mandi dan ambulasi seharusnya
tidak menyita waktu untuk defekasi.
3. Nutrisi
dan Cairan
Untuk mengatur defekasi normal diperlukan diet, tergantung
jenis feses klien yang terjadi, frekuensi defekasi dan jenis makanan yang
dirasakan klien dapat membantu defekasi normal.
klien untuk minum cairan hangat dan jus buah, juga masukkan
serat dalam diet.
3.5 PERSONAL HYGIENE
a.
Konsep Personel Hygiene
Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang
sangat pentinu dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi
kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan itu sendiri dangat dipengaruhi oleh
nilai individu dan kebiasaan. Hal-hal yang sangat berpengaruh itu di antaranya
kebudayaan , sosial, keluarga, pendidikan, persepsi seseorang terhadap
kesehatan, serta tingkat perkembangan.
Jika seseorang sakit, biasanya masalah kebersihan kurang
diperhatikan. Hal ini terjadi karena kita menganggap masalah kebersihan adalah
masalah sepele, padahal jika hal tersebut dibiarkan terus dapat mempengaruhi
kesehatan secara umum.
Personal
Hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal
yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan seseoang adalah
suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseoran untuk
kesejahteraan fisik dan psikis.
b. Macam-macam Personal Hygiene
1.
Perawatan
kulit kepala dan rambut
2.
Perawatan
mata
3.
Perawatan
hidung
4.
Perawatan
telingga
5.
Perawatan
kuku kaki dan tangan
6.
Perawatan
genetalia
7.
Perawatan
kulit seruruh tubuh
8.
Perawatan
tubuh secara keseluruhan
c. Tujuan Personal
Hygiene
1.
Meningkatkan
derajat kesehatan seseorang
2.
Memelihara
kebersihan diri seseorang
3.
Memperbaiki
personal hyiene yang kurang
4.
Mencagah
penyakit
5.
Menciptakan
keindahan
6.
Meningkatkan
rasa percaya diri
d.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Personal
Hygiene
v Body
image
Gambaran
individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya karena
adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli terhadap kebersihannya.
v Praktik
sosial
Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola Personal Hygiene
v Status
sosial-ekonomi
Personal
Hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi,
sikat gigi, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya
v Pengetahuan
Pengetahuan Personal Hygiene sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien
penderita DM ia harus menjaga kebersihan kakinya.
v Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu maka
tidak boleh dimandikan.
v Kebiasaan
seseorang
Ada kebiasaan seseorang yang menggunakan produk tertentu
dalam perawatan dirinya seperti penggunaan sabun, sampo, dan lain-lain.
v Kondisi
fisik
Pada keadaan sakit tertentu kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
e.
Dampak yang Sering Timbul pada Masalah
Personal Hyiene
Ø Dampak
Fisik
Banyak gangguan
kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan
perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi adalah gangguan
integritas kulit, gangguan membrane mukosa mulut, infeksi pada mata dan
telinga, dan gangguan fisik pada kuku.
Ø Dampak
Psikososial
Masalah social
yang berhubungan dengan Personal Hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa
nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi
diri dan gangguan interaksi sosial.
3.6 AKTIVITAS DAN LATIHAN
Pemenuhunan Kebutuhan Aktifitas
Sebelum
melaksanakan asuhan keperawatan pemenuhan aktifitas perawat terlebih dahulu
harus mempelajari konsep – konsep tentang mobilisasi. Di bawah ini akan di
bahas beberapa uraian penting antara lain :
a) Pengertian mobilisasi
Mobilisasi adalah suatu
kondisi dimana tubuh dapat melakukan kegiatan dengan bebas (kosier, 1989).
b)
Tujuan dari
mobilisasi antara lain :
1. Memenuhi kebutuhan dasar manusia
2. Mencegah terjadinya trauma
3. Mempertahankan tingkat kesehatan
4. Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari – hari
5. Mencgah hilangnya kemampuan fungsi tubuh.
2. Mencegah terjadinya trauma
3. Mempertahankan tingkat kesehatan
4. Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari – hari
5. Mencgah hilangnya kemampuan fungsi tubuh.
c)
Faktor – faktor yang mempengaruhi Mobilisasi
- Gaya hidup
Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat
pendidikannya. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh
perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan
kesehatan tetang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi
dengan cara yang sehat misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda
dengan seorang pramugari atau seorang pemambuk.
- Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untukobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi. Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidurkarena mederita penyakit tertentu misallya; CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit kardiovaskuler.
- Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan aktifitas misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berebda mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan seorang wanita madura dan sebagainya.
- Tingkat energi
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi dengan seorang pelari.
- Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya dibandingkan dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering sakit.
d) Macam – macam posisi klien di tempat tidur
1. Posisi fowler (setengah duduk)
2. Posisi litotomi
3. Posisi dorsal recumbent
4. Posisi supinasi (terlentang)
5. Posisi pronasi (tengkurap)
6. Posisi lateral (miring)
7. Posisi sim
8. Posisi
trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)
3.7 PEMERIKSAAN FISIK
a) Pengertian
Pemeriksaan
fisik adalah melakukan pemeriksaan fisik klien untuk menentukan masalah
kesehatan klien.
b) Teknik Pemeriksaan Fisik
Ada 4 teknik dalam pemeriksaan fisik yaitu :
1.
Inspeksi
Adalah
pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang diperiksa
melalui pengamatan. Cahaya yang adekuat diperlukan agar perawat dapat
membedakan warna, bentuk dan kebersihan tubuh klien. Fokus inspeksi pada setiap
bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk, posisi, simetris. Dan
perlu dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian
tubuh lainnya. Contoh : mata kuning (ikterus), terdapat struma di leher, kulit
kebiruan (sianosis), dan lain-lain.
2. Palpasi
Palpasi adalah
suatu teknik yang menggunakan indera peraba. Tangan dan jari-jari adalah instrumen
yang sensitif digunakan untuk mengumpulkan data, misalnya tentang : temperatur,
turgor, bentuk, kelembaban, vibrasi, ukuran.
Langkah-langkah
yang perlu diperhatikan selama palpasi :
· Ciptakan lingkungan yang nyaman
dan santai.
· Tangan perawat harus dalam
keadaan hangat dan kering
· Kuku jari perawat harus dipotong
pendek.
· Semua bagian yang nyeri dipalpasi
paling akhir.
Misalnya : adanya tumor, oedema,
krepitasi (patah tulang), dan lain-lain.
3.
Perkusi
Perkusi adalah
pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu untuk
membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri kanan) dengan tujuan
menghasilkan suara.
Perkusi
bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi, ukuran, bentuk dan konsistensi
jaringan. Perawat menggunakan kedua tangannya sebagai alat untuk menghasilkan
suara.
Adapun suara-suara yang
dijumpai pada perkusi adalah :
Sonor
: suara perkusi jaringan yang normal.
Redup
: suara perkusi jaringan yang lebih padat, misalnya di daerah paru-paru pada
pneumonia.
Pekak
: suara perkusi jaringan yang padat seperti pada perkusi daerah jantung,
perkusi daerah hepar.
Hipersonor/timpani
: suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong, misalnya daerah caverna
paru, pada klien asthma kronik.
4.
Auskultasi
Adalah pemeriksaan fisik yang
dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya
menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah
: bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.
Suara
tidak normal yang dapat diauskultasi pada nafas adalah :
·
Rales
: suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-saluran halus
pernafasan mengembang pada inspirasi (rales halus, sedang, kasar). Misalnya
pada klien pneumonia, TBC.
·
Ronchi
: nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi maupun saat
ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan hilang bila klien batuk. Misalnya pada
edema paru.
·
Wheezing
: bunyi yang terdengar “ngiii….k”. bisa dijumpai pada fase inspirasi maupun
ekspirasi. Misalnya pada bronchitis akut, asma.
·
Pleura Friction Rub
; bunyi yang terdengar “kering” seperti suara gosokan amplas pada kayu.
Misalnya pada klien dengan peradangan pleura.
c)
Pendekatan pengkajian fisik
dapat menggunakan :
1. Head to toe (kepala ke kaki)
Pendekatan ini
dilakukan mulai dari kepala dan secara berurutan sampai ke kaki. Mulai dari :
keadaan umum, tanda-tanda vital, kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut
dan tenggorokan, leher, dada, paru, jantung, abdomen, ginjal, punggung,
genetalia, rectum, ektremitas.
2. ROS (Review of System / sistem
tubuh)
Pengkajian yang
dilakukan mencakup seluruh sistem tubuh, yaitu : keadaan umum, tanda vital,
sistem pernafasan, sistem kardiovaskuler, sistem persyarafan, sistem
perkemihan, sistem pencernaan, sistem muskuloskeletal dan integumen, sistem reproduksi.
Informasi yang didapat membantu perawat untuk menentukan sistem tubuh mana yang
perlu mendapat perhatian khusus.
3. Pola fungsi kesehatan Gordon, 1982
Perawat
mengumpulkan data secara sistematis dengan mengevaluasi pola fungsi kesehatan
dan memfokuskan pengkajian fisik pada masalah khusus meliputi : persepsi
kesehatan-penatalaksanaan kesehatan, nutrisi-pola metabolisme, pola eliminasi,
pola tidur-istirahat, kognitif-pola perseptual, peran-pola berhubungan,
aktifitas-pola latihan, seksualitas-pola reproduksi, koping-pola toleransi
stress, nilai-pola keyakinan.
4.
DOENGOES (1993)
Mencakup :
aktivitas / istirahat, sirkulasi, integritas ego, eliminasi, makanan dan
cairan, hygiene, neurosensori, nyeri / ketidaknyamanan, pernafasan, keamanan,
seksualitas, interaksi sosial, penyuluhan / pembelajaran.
3.8 PEMBERIAN OBAT
Pemberian obat merupakan salah satu tugas perawat yang sangat penting
dalam melaksanakan asuhan keperawatan terhadap pasien. Dulu prinsip pemberian
obat dikenal dengan istilah 5 Benar (5 B) kemudian ditambahkan 1 point menjadi 6 Benar (6
B) karena pendokumentasian juga memegang peranan yang penting dalam pemberian
obat.
Tetapi kini 6
B disempurnakan lagi menjadi 8
B ditambah 1 W, hal ini untuk memperkecil kesalahan dalam
pemberian obat.
8B 1W ( 8 Benar 1Waspada Efek Samping )
1.
Benar Pasien
Sebelum obat
diberikan, periksa dulu nama pasien, no RM, ruang tempat pasien dirawat,
catatan pemberian obat / kartu obat. Jika pasien dalam keadaan tidak sadar atau
bayi bisa dicek melalui gelang identitas, pasien gangguan mental bisa
ditanyakan langsung pada keluarganya.
2. Benar Obat
Memastikan bahwa nama dagang
sesuai dengan nama generik obat atau kandungan obat, jika kita tidak
yakin dengan nama dagang obat bisa ditanyakan nama generiknya atau kandungan
obat pada apoteker. Sebelum memberi obat kepada pasien, label pada botol atau
kemasannya harus diperiksa tiga kali. Pertama saat membaca permintaan obat dan
botolnya diambil dari rak obat, kedua label botol dibandingkan dengan obat yang
diminta, ketiga saat dikembalikan ke rak obat. Jika labelnya tidak terbaca,
isinya tidak boleh dipakai dan harus dikembalikan ke bagian farmasi.
3.
Benar Dosis
Memastikan
dosis yang diberikan sesuai dengan instruksi dokter dan catatan pemberian obat.
Jika ragu, perawat harus berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep atau
apoteker sebelum diberikan ke pasien. Sebaiknya gunakan dosis dalam gram bukan
dalam ampul. Misalnya 3 × 4 mg bukan 3 × 1 amp.
4.
Benar Waktu
Periksa waktu
pemberian obat sesuai dengan waktu yang tertera pada catatan pemberian
obat , misalnya obat diberikan 2 kali sehari maka catatan pemberian obat akan
tertera waktu pemberian misalnya jam 6 pagi dan 6 sore. Perhatikan apakah obat
diberikan sebelum atau sesudah makan.
5. Benar Cara / Rute
Memeriksa
label obat untuk memastikan obat tersebut dapat diberikan sesuai cara yang
diinstruksikan dan periksa pada label cara pemberian obat . Misalnya oral,
parenteral, topikal, rektal, inhalasi, IV, IM.
6.
Benar Dokumentasi
Setelah obat itu diberikan,
harus didokumentasikan, dosis, cara, waktu dan oleh siapa obat itu diberikan.
Bila pasien menolak meminum obat atau tidak dapat diminum harus dicatat dan
dilaporkan.
7. Benar Expired/Kadaluwarsa
Harus diperhatikan expired date
/ masa kadaluwarsa obat yang akan diberikan.Biasanya pada ampul atau etiket
tertera kapan obat tersebut kadaluwarsa. Perhatikan perubahan warna (dari
bening menjadi keruh), tablet menjadi basah /bentuknya rusak.
8. Benar Informasi
Pasien harus mendapatkan
informasi yang benar tentang obat yang akan diberikan sehingga tidak ada lagi
kesalahan dalam pemberian obat.
9.
Waspada Efek samping
Sebagai
perawat kita harus mengetahui efek samping dari obat yang akan
kita berikan. Sehingga kita lebih berhati -hati terhadap obat yang akan kita
berikan ke pasien.
Cara Pemberian obat ini adalah ada
beberapa macam dan biasanya dilaksanakan dalam unit pelayanan kesehatan baik
itu di Puskesmas, Klinik, ataupun dalam lingkup pelayanan Rumah Sakit.Dan
berikut adalah beberapa cara
pemberian obat sesuai dengan pendelegasian dari Medis
yaitu :
- Oral
- Sublingual
- Inhalasi
- Rektal
- Pervaginam
- Perenteral
- Topikal/lokal
a. Secara Oral
Adalah obat yang
cara pemberiannya melalui oral atau mulut. Untuk cara pemberian obat ini
relatif praktis,aman dan juga ekonomis. Kekurangan dari pemberian obat secara
oral adalah efek yang timbul biasanya lambat, tidak efektif jika pasien sering
muntah-muntah, diare, tidak sabaran, tidak kooperatif,dan tentunya kurang
disukai jika rasanya pahit.Apalagi jika pasiennya adalah anak kecil.
b. Secara Sublingual
Adalah obat yang
cara pemberiannya ditaruh di bawah lidah. Tujuannya adalah agar efek yang
ditimbulkan bisa segera karena pembuluh darah di bawah lidah merupakan pusat
dari sakit. Kelebihan dari cara pemberian obat dengan sublingual adalah efek
obat akan terasa lebih cepat dan kerusakan obat pada saluran cerna dan
metabolisme di dinding usus dan hati dapat dihindari.Contoh yang banyak ditemui
dalam masyarakat adalah pasien yang mempunyai penyakit jantung, seringkali
memakai obat ini yang dinamakan ISDN / Isosorbid Dinitrat.
c.
Secara Inhalasi
Adalah obat yang
cara pemberiannya melalui saluran pernafasan. Kelebihan dari pemberian obat
dengan cara inhalasi adalah absorpsi terjadi cepat dan homogen, kadar obat
dapat terkontrol, terhindar dari efek lintas pertama dan dapat diberikan langsung
kepada bronkus / saluran nafas. Untuk obat yang diberikan dengan cara inhalasi
dalam bentuk gas atau uap yang akan diabsorpsi dengan cepat melalui alveoli
paru-paru serta membran mukosa pada saluran pernapasan.Biasanya diberikan pada
pasien-pasien yang mengidap penyakit paru seperti Asma
d. Secara Rektal
Adalah obat yang
cara pemberiannya melalui dubur atau anus. Maksudnya adalah mempercepat kerja
obat serta bersifat lokal dan sistematik.Biasanya adalah obat pencahar atau
obat agar bisa buang air besar.Biasanya dalam linkup Rumah Sakit pada pasien
yang akan Operasi Besar ataupun sudah lama tidak bisa buang air besar.
e.
Secara Pervaginam
Adalah obat yang
cara pemberiannya melalui vagina.Untuk bentuk tidak jauh beda dengan pemberian
secara rektal.Dan biasanya diberikan pada pasien-pasien yang hamil dan
mengalami pecah ketuban dan diberikan agar merangsang kontraksi.
f.
Secara Parenteral
Adalah
obat yang cara pemberiaannya tanpa melalui mulut (tanpa melalui saluran
pencernaan) tetapi langsung melalui pembuluh darah.Contohnya adalah sediaan
injeksi atau suntikan. Tujuannya pemberian melalui parenteral ini adalah agar
dapat langsung menuju sasaran dan efeknya lebih cepat. Kelebihannya bisa untuk
pasien yang tidak sadar, sering muntah dan tidak kooperatif. Akan tetapi cara
pemberian obat dengan cara ini kurang aman karena jika sudah disuntikan ke
dalam tubuh tidak bisa dikeluarkan lagi jika terjadi kesalahan.Maka sebagai
perawat biasanya dalam memberikan ini benar-benar memperhatikan etiket serta
nama obat dan cara pemberian
Pemberian
Secara Parenteral ini bisa melalui berbagi cara diantaranya yaitu :
1.
Intravena ( IV ).Tidak
ada fase absorpsi dalam pemberian obat secara intravena karena obat langsung
masuk ke dalam vena, "onset of action" cepat, efisien, bioavailabilitas
100 %, baik untuk obat yang menyebabkan iritasi kalau diberikan dengan cara
lain, biasanya berupa infus continue untuk obat yang waktu-paruhnya pendek
(Joenoes, 2002).
2.
Intramuskular (
IM )."Onset of action" pemberian obat secara intramusculer
bervariasi, berupa larutan dalam air yang lebih cepat diabsorpsi daripada obat
berupa larutan dalam minyak, dan juga obat dalam sediaan suspensi, kemudian
memiliki kecepatan penyerapan obat yang sangat tergantung pada besar kecilnya
partikel yang tersuspensi: semakin kecil partikel, semakin cepat proses
absorpsi (Joenoes, 2002).
3.
Subkutan ( SC )."Onset
of action" lebih cepat daripada sediaan suspensi, determinan dari
kecepatan absorpsi ialah total luas permukaan dimana terjadi penyerapan,
menyebabkan konstriksi pembuluh darah lokal sehingga difusi obat
tertahan/diperlama, obat dapat dipercepat dengan menambahkan hyaluronidase,
suatu enzim yang memecah mukopolisakarida dari matriks jaringan (Joenoes,
2002).
7.
Secara Topikal atau lokal
Adalah obat yang cara pemberiannya bersifat lokal, misalnya tetes mata, salep, tetes telinga dan lain-lain.
3.9 PENCEGAHAN INFEKSI DAN KOMPLIKASI
Tindakan-tindakan pencegahan infeksi dalam pelayanan
asuhan kesehatan :
1.
Meminimalkan
infeksi yang disebabkan mikroorganisme (bakteri, virus, jamur).
2.
Menurunkan
resiko penularan penyakit yang mengancam jiwa (hepatitis dan HIV/AIDS).
Penolong persalinan dapat terpapar hepatitis dan HIV di tempat kerjanya melalui :
1.
Percikan darah
atau cairan tubuh pada mata, hidung, mulut atau melalui
diskontinuitas permukaan kulit (luka atau lecet kecil).
diskontinuitas permukaan kulit (luka atau lecet kecil).
2.
Luka tusuk
akibat jarum yang terkontaminasi atau peralatan tajam lainnya, baik saat
prosedur dilakukan atau saat memproses peralatan.
Defenisi
tindakan-tindakan dalam pencegahan infeksi :
1.
Asepsis atau
teknik aseptic
Asepsis
atau teknik aseptik adalah semua usaha yang dilakukan dalam
mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang mungkin akanmenyebabkan infeksi. Caranya adalah menghilangkan dan/atau menurunkanjumlah mikroorganisme pada kulit, jaringan dan benda-benda mati hingga tingkat aman.
mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang mungkin akanmenyebabkan infeksi. Caranya adalah menghilangkan dan/atau menurunkanjumlah mikroorganisme pada kulit, jaringan dan benda-benda mati hingga tingkat aman.
2.
Antisepsis
Antisepsis adalah usaha mencegah infeksi dengan cara membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit atau jaringan tubuh lainnya.
Antisepsis adalah usaha mencegah infeksi dengan cara membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit atau jaringan tubuh lainnya.
3.
Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah tindakan yang dilakukan untuk memastikan bahwa petugas kesehatan dapat menangani secara aman benda-benda (peralatan medis, sarung tangan, meja pemeriksaan) yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh. Cara memastikannya adalah segera melakukan dekontaminasi terhadap benda-benda tersebut setelah terpapar/terkontaminasi darah atau cairan tubuh.
Dekontaminasi adalah tindakan yang dilakukan untuk memastikan bahwa petugas kesehatan dapat menangani secara aman benda-benda (peralatan medis, sarung tangan, meja pemeriksaan) yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh. Cara memastikannya adalah segera melakukan dekontaminasi terhadap benda-benda tersebut setelah terpapar/terkontaminasi darah atau cairan tubuh.
4.
Mencuci dan
membilas
Mencuci
dan membilas adalah tindakan-tindakan yang dilakukan untuk
menghilangkan semua darah, cairan tubuh atau benda asing (debu, kotoran) dari kulit atau instrumen.
menghilangkan semua darah, cairan tubuh atau benda asing (debu, kotoran) dari kulit atau instrumen.
5. Disinfeksi
Disinfeksi adalah tindakan yang dilakukan untuk
menghilangkan hampir semua mikroorganisme penyebab penyakit pada benda-benda
mati atau instrumen.
6.
Disinfeksi tingkat tinggi (DTT)
Disinfeksi tingkat tinggi (DTT) adalah tindakan yang
dilakukan untuk
menghilangkan semua mikroorganisme kecuali endospora bakteri, dengan cara merebus atau cara kimiawi.
menghilangkan semua mikroorganisme kecuali endospora bakteri, dengan cara merebus atau cara kimiawi.
7. Sterilisasi
Sterilisasi adalah tindakan yang dilakukan untuk
menghilangkan semua
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), termasuk endospora bakteri pada benda-benda mati atau instrumen.
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), termasuk endospora bakteri pada benda-benda mati atau instrumen.
Prinsip-prinsip pencegahan infeksi
yang efektif berdasarkan :
1.
Setiap orang
(ibu, bayi baru lahir, penolong persalinan) harus dianggap dapat menularkan
penyakit karena infeksi yang terjadi bersifat asimptomatik (tanpa gejala).
2.
Setiap orang
harus dianggap beresiko terkena infeksi.
3.
Permukaan tempat
pemeriksaan, peralatan dan benda-benda lain yang akan dan telah bersentuhan
dengan kulit tak utuh, selaput mukosa, atau darah harus dianggap terkontaminasi
sehingga setelah selesai digunakan harus dilakukan proses pencegahan infeksi
secara benar.
4.
Jika tidak
diketahui apakah permukaan, peralatan atau benda lainnya telah diproses dengan
benar, harus dianggap telah terkontaminasi.
5.
Resiko infeksi
tidak bisa dihilangkan secara total tetapi dapat dikurangi hingga sekecil
mungkin dengan menerapkan tindakan-tindakan pencegahan infeksi yang benar dan
konsisten.
Tindakan-tindakan
pencegahan infeksi meliputi :
1.
Cuci tangan
2.
Memakai sarung
tangan
3.
Memakai
perlengkapan pelindung
4.
Menggunakan
asepsis atau teknik aseptic
5.
Memproses alat
bekas pakai
6.
Menangani
peralatan tajam dengan aman
7.
Menjaga
kebersihan dan kerapian lingkungan serta pembuangan sampah secara benar.
Persalinan
dan kelahiran bayi bisa terjadi di luar institusi, baik di rumah, klinik
bersalin swasta, polindes, atau puskesmas. Jika proses ini berlangsung di
rumah, hati-hati agar benda-benda yang terkontaminasi tidak menyentuh daerah
yang telah dibersihkan dan disiapkan untuk suatu prosedur.
DAFTAR PUSTAKA
1 komentar:
makasih banyak infox nih,,
klo bs, kita dapat jalin kerjasamanya...
Posting Komentar