BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perubahan-perubahan
yang segera terjadi sesudah kelahiran sebagai akibat perubahan lingkungan dalam
uterus ke luar uterus. Maka bayi menerima rangsangan yang bersifat kimiawi,
mekanik dan termik. Hasil perangsangan ini membuat bayi akan mengalami
perubahan metabolik, pernafasan , sirkulasi dan lain-lain. Hal ini untuk mengenal / menemukan
kelainan yang perlu mendapat tindakan segera yang berhubungan dengan bayi baru
lahir. Sehingga dengan di buatnya makalah ini
kami
sebagai penulis lebih mengerti secara detail tentang transisi kehidupan
janin dari intra ke ekstra uteri. Asuhan fisiologis pada bayi baru lahir (fetus) adalah
asuhan yang di berikan pada bayi selama jam pertama setelah kelahiran. Adaptasi
pada bayi baru lahir merupakan kemampuan seorang bayi untuk menyesuaikan diri
dengan keadaan di luar kandungan.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan fetus ?
2. Apa saja adaptasi fisiologis fetus
dari intrauterine ke ekstrauterin ?
3. Bagaimana Ikterus
Neonatorum Fisiologis pada fetus?
C.
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari
fetus.
2. Untuk mengetahui apa saja adaptasi
fisiologis fetus dari intrauterine ke ekstrauterin.
3. Untuk mengetahui bagaimana Ikterus
Neonatorum Fisiologis pada fetus.
BAB
II
ISI
A. Pengertian
Fetus
Fetus (janin) adalah nama
yang diberikan untuk bayi yang belum lahir dari minggu kedelapan setelah
pembuahan hingga saat kelahiran.
B. Adaptasi Fisiologis Fetus dari
Intrauterine ke Ekstrauterin
Transisi
dari kehidupan di dalam kandungan ke kehidupan luar kandungan merupakan
perubahan drastic, dan menuntut perubahan fisiologis yang bermakna dan efektif
oleh bayi, guna memastikan kemampuan bertahan hidup. Adaptasi bayi terhadap kehidupan
di luar kandungan, meliputi:
1.
Perubahan
Pernafasan/Respirasi
Selama dalam uterus, janin mendapatkan oksigen dari
pertukaran gas melalui plasenta. Setelah bayi lahir, pertukaran gas harus
melalui paru-paru.
a. Perkembangan paru-paru
Paru-paru berasal dari titik tumbuh
yang muncul dari pharynx yang bercabang dan kemudian bercabang kembali
membentuk struktur percabangan bronkus proses ini terus berlanjut sampai
sekitar usia 8 tahun, sampai jumlah bronkus dan alveolus akan sepenuhnya
berkembang, walaupun janin memperlihatkan adanya gerakan napas sepanjang
trimester II dan III. Paru-paru yang tidak matang akan mengurangi kelangsungan
hidup BBL sebelum usia 24 minggu. Hal ini disebabkan karena keterbatasan
permukaan alveolus, ketidakmatangan sistem kapiler paru-paru dan tidak
tercukupinya jumlah surfaktan.
b. Awal adanya napas
Faktor-faktor yang berperan pada
rangsangan nafas pertama bayi adalah :
1). Hipoksia pada akhir persalinan
dan rangsangan fisik lingkungan luar rahim yang merangsang pusat pernafasan di
otak.
2). Tekanan terhadap rongga dada, yang terjadi karena
kompresi paru-paru selama persalinan, yang merangsang masuknya udara ke dalam
paru - paru secara mekanis. Interaksi antara system pernapasan, kardiovaskuler
dan susunan saraf pusat menimbulkan pernapasan yang teratur dan
berkesinambungan serta denyut yang diperlukan untuk kehidupan.
3). Penimbunan karbondioksida (CO2)
Setelah bayi lahir, kadar CO2 meningkat
dalam darah dan akan merangsang pernafasan. Berurangnya O2 akan mengurangi
gerakan pernafasan janin, tetapi sebaliknya kenaikan CO2 akan menambah
frekuensi dan tingkat gerakan pernapasan janin.
4). Perubahan suhu
Keadaan dingin akan merangsang
pernapasan.
Upaya pernafasan pertama seorang bayi berfungsi untuk :
1). Mengeluarkan cairan dalam paru-paru
2). Mengembangkan jaringan alveolus
paru-paru untuk pertama kali.
Agar alveolus
dapat berfungsi, harus terdapat survaktan (lemak lesitin /sfingomielin)
yang cukup dan aliran darah ke paru – paru. Produksi surfaktan dimulai pada 20
minggu kehamilan, dan jumlahnya meningkat sampai paru-paru matang (sekitar
30-34 minggu kehamilan). Fungsi surfaktan adalah untuk mengurangi tekanan
permukaan paru dan membantu untuk menstabilkan dinding alveolus sehingga tidak
kolaps pada akhir pernapasan.
Tidak adanya
surfaktan menyebabkan alveoli kolaps setiap saat akhir pernapasan, yang
menyebabkan sulit bernafas. Peningkatan kebutuhan ini memerlukan penggunaan
lebih banyak oksigen dan glukosa. Berbagai peningkatan ini menyebabkan stres
pada bayi yang sebelumnya sudah terganggu.
c. Dari cairan menuju udara
Bayi cukup bulan mempunyai cairan di
paru-parunya. Pada saat bayi melewati jalan lahir selama persalinan, sekitar
sepertiga cairan ini diperas keluar dari paru-paru. Seorang bayi yang
dilahirkan secar sectio sesaria kehilangan keuntungan dari kompresi rongga dada
dan dapat menderita paru-paru basah dalam jangka waktu lebih lama. Dengan beberapa
kali tarikan napas yang pertama udara memenuhi ruangan trakea dan bronkus BBL.
Sisa cairan di paru-paru dikeluarkan dari paru-paru dan diserap oleh pembuluh
limfe dan darah.
e. Fungsi sistem pernapasan dan
kaitannya dengan fungsi kardiovaskuler
Oksigenasi yang
memadai merupakan faktor yang sangat penting dalam mempertahankan kecukupan
pertukaran udara. Jika terdapat hipoksia, pembuluh darah paru-paru akan
mengalami vasokontriksi. Jika hal ini terjadi, berarti tidak ada pembuluh darah
yang terbuka guna menerima oksigen yang berada dalam alveoli, sehingga
menyebabkan penurunan oksigen jaringan, yang akan memperburuk hipoksia.
Peningkatan
aliran darah paru-paru akan memperlancar pertukaran gas dalam alveolus dan akan
membantu menghilangkan cairan paru-paru dan merangsang perubahan sirkulasi
janin menjadi sirkulasi luar rahim.
Menurut Buku
Biologi Reproduksi Karangan Ayu Febri Wulanda
Pergerakan pernapasan berlangsung mulai
pada akhir trimester pertama kehamilan di mana kehadiran alveoli mulai minggu
ke-25 kehamilan, dan diisi dengan cairan paru-paru. Pergerakan pernapasan
sekejap ada sekejap tidak ada pada fetus pertukaran gas berlaku antara tubuh
janin dan plasenta. Paru-paru berasal dari titik tumbuh yang muncul dari faring
yang bercabang,kemudian bercabang kembali membentuk struktur percabangan
bronkus. Proses ini berlanjut setelah kelahiran sampai usia sekitar delapan
tahun hingga jumlah bronkiolus dan alveolus akan sepenuhnya berkembang,
meskipun gerakan napas janin mulai terlihat mulai trimester kedua dan ketiga.
Pengaruh kelahiran yang paling nyata pada bayi adalah putusnya hubungan
plasenta dengan ibu dan terhentinya cara untuk mendukung metabolisme. Hal
yangpaling penting adalah terhentinya suplai oksigen dan ekskresi O2 plasenta.
Penyesuaian plasenta yang pertama diperlukan bayi adalah mulainya pernapasan.
Biasanya anak mulai bernapas segera dan mempunyai irama pernapasan yang normal.
Kecepatan fetus mulai bernapas menunjukkan bahwa bernapas dimulai oleh
terpaparnya bayi secara mendadak ke dunia luar, mungkin akibat dari keadaan
asfiksia ringan karena proses kelahiran, tetapi juga akibat impuls sensori yang
berasal dari kulit yang mendadak dingin. Upaya pernapasan pertama seorang bayi
berfungsi untuk mengeluarkan cairan dalam paru-paru dan mengembangkan alveolus
paru-paru untuk pertama kali. Produksi surfaktan dimulai pada minggu ke-20
kehamilan, jumlahnya meningkat sampai paru-paru matang pada minggu ke-30-40
kehamilan. Surfaktan berfungsi mengurangi tekanan permukaan paru-paru dan
membantu menstabilkan dinding alveolus sehingga tidak kolaps pada akhir
pernapasan. Tanpa surfaktan, alveoli akan kolaps setiap saat setelah akhir
pernapasan sehingga dapat menyebabkan sulit bernapas.Ketika lahir, dinding
alveoli disatukan oleh tegangan permukaan cairan kental yang melapisinya.
Diperlukan lebih dari 25 mmHg ke tekanan negatif untuk melawan pengaruh
tegangan permukaan tersebut dan untuk membuka alveoli pertama kalinya.Sekali
alveoli terbuka, pernapasan tersebut dapat dilakukan oleh pergerakan pernapasan
yang relatif lemah. Infrinasi baru lahir sangat kuat, biasanya mampu
menimbulkan tekanan negatif sebesar 50 mmHg dalam ruangan intrapluera.
Frekuensi napas bayi yangnormal 40-60 kali/menit yang cenderung dangkal dan
jika bayi tidak sedang tidur,kecepatan irama dan kedalamannya tidak
teratur.Bayi cukup bulan mempunyai cairan di dalam paru. Pada waktu
persalinan,sekitar ⅓ cairan ini diperas keluar paru. Dengan beberapa kali
tarikan napas pertama,udara memenuhi ruangan trakea dan bronkus bayi baru
lahir. Dengan sisa cairan didalam paru dikeluarkan dari paru dan diserap oleh
pembuluh limfe darah. Dua faktor yang berperan pada perangsangan napas pertama.
2.
Perubahan
Sirkulasi
Setelah lahir, darah bayi baru lahir harus melewati
paru untuk mengambil oksigen dan mengadakan sirkulasi melalui tubuh guna
mengantarkan oksigen ke jaringan. Untuk membuat sirkulasi yang baik guna
mendukung kehidupan luar rahim, harus terjadi dua perubahan besar:
1.
Penutupan foramen ovale pada atrium jantung
2. Penutupan duktus arteriosus antara arteri
paru-paru dan aorta.
Perubahan
sirkulasi ini terjadi akibat perubahan tekanan pada seluruh system pembuluh
tubuh. Ingat hukum yang menyatakan bahwa darah akan mengalir pada daerah-daerah
yang mempunyai resistensi yang kecil. Jadi perubahan-perubahan tekanan langsung
berpengaruh pada aliran darah. Oksigen menyebabkan system pembuluh mengubah
tekanan dengan cara mengurangi atau meningkatkan resistensinya, sehingga
mengubah aliran darah. Hal ini terutama penting kalau kita ingat bahwa sebagian
besar kematian dini bayi baru lahir berkaitan dengan oksigen (asfiksia). Dua
peristiwa yang mengubah tekanan dalam system pembuluh darah :
1. Pada saat tali pusat dipotong, resistensi
pembuluh sistemik meningkat dan tekanan atrium kanan menurun. Tekanan atrium
kanan menurun karena berkurangnya aliran darah ke atrium kanan tersebut. Hal
ini menyebabkan penurunan volume dan tekanan atrium kanan itu sendiri. Kedua
kejadian ini membantu darah dengan kandungan oksigen sedikit mengalir ke
paru-paru untuk menjalani proses oksigenasi ulang.
2. Pernapasan pertama menurunkan resistensi
pembuluh darah paru-paru dan meningkatkan tekanan atrium kanan. Oksigen pada
pernapasan pertama ini menimbulkan relaksasi dan terbukanya system pembuluh
darah paru-paru (menurunkan resistensi pembuluh darah paru-paru). Peningkatan
sirkulasi ke paru-paru mengakibatkan peningkatan volume darah dan tekanan pada
atrium kanan. Dengan peningkatan volume darah dan tekanan pada atrium kiri,
foramen ovale secara fungsional akan menutup. Vena umbilicus, duktus venosus dan
arteri hipogastrika dari tali pusat menutup secara funsional dalam beberapa
menit setelah lahir dan setelah tali pusat diklem. Penutupan anatomi jaringan
fibrosa berlangsung dalam 2-3 bulan.
·
sirkulasi darah janin
·
Sirkulasi darah bayi baru lahir
Setelah lahir darah BBL harus melewati paru untuk
mengambil oksigen dan mengadakan sirkulasi melalui tubuh guna mengantarkan
oksigen ke jaringan.Untuk membuat sirkulasi yang baik, kehidupan diluar rahim
harus terjadi 2 perubahan besar :
a. Penutupan foramen
ovale pada atrium jantung
b. Perubahan
duktus arteriousus antara paru-paru dan aorta.
Perubahan
sirkulasi ini terjadi akibat perubahan tekanan pada seluruh sistem pembuluh.
Oksigen menyebabkan sistem pembuluh mengubah tekanan dengan cara mengurangi
/meningkatkan resistensinya, sehingga mengubah aliran darah.
Dua peristiwa
yang merubah tekanan dalam system pembuluh darah
1) Pada saat tali
pusat dipotong resistensi pembuluh sistemik meningkat dan tekanan atrium kanan
menurun, tekanan atrium menurun karena berkurangnya aliran darah ke atrium
kanan tersebut. Hal ini menyebabkan penurunan volume dan tekanan atrium kanan
itu sendiri. Kedua kejadian ini membantu darah dengan kandungan oksigen sedikit
mengalir ke paru-paru untuk menjalani proses oksigenasi ulang.
2) Pernafasan
pertama menurunkan resistensi pada pembuluh darah paru-paru dan meningkatkan
tekanan pada atrium kanan oksigen pada pernafasan ini menimbulkan relaksasi dan
terbukanya system pembuluh darah paru. Peningkatan sirkulasi ke paru-paru
mengakibatkan peningkatan volume darah dan tekanan pada atrium kanan dengan
peningkatan tekanan atrium kanan ini dan penurunan pada atrium kiri, toramen
kanan ini dan penusuran pada atrium kiri, foramen ovali secara fungsional akan
menutup.
Vena umbilikus,
duktus venosus dan arteri hipogastrika dari tali pusat menutup secara
fungsional dalam beberapa menit setelah lahir dan setelah tali pusat diklem.
Penutupan anatomi jaringan fibrosa berlangsung 2-3 bulan.
Perbedaan
sirkulasi darah fetus dan bayi
a. sirkulasi
darah fetus
1). Struktur
tambahan pada sirkulasi fetus
a). Vena
umbulicalis : membawa darah yang telah mengalami deoksigenasi dari plasenta ke
permukaan dalam hepar
b). Ductus
venosus : meninggalkan vena umbilicalis sebelum mencapai hepar dan mengalirkan
sebagian besar darah baru yang mengalami oksigenasi ke dalam vena cava
inferior.
c). Foramen
ovale : merupakan lubang yang memungkinkan darah lewat atrium dextra ke dalam
ventriculus sinistra
d). Ductus
arteriosus : merupakan bypass yang terbentang dari venrtriculuc dexter
dan aorta desendens
e). Arteri
hypogastrica : dua pembuluh darah yang mengembalikan darah dari fetus ke
plasenta. Pada feniculus umbulicalis, arteri ini dikenal sebagai ateri
umbilicalis. Di dalam tubuh fetus arteri tersebut dikenal sebagai arteri
hypogastica.
2). Sistem
sirkulasi fetus
a). Vena
umbulicalis : membawa darah yang kaya oksigen dari plasenta ke permukaan dalam
hepar. Vena hepatica meninggalkan hepar dan mengembalikan darah
ke vena cava inferior
b). Ductus
venosus : adalah cabang – cabang dari vena umbilicalis dan mengalirkan sejumlah
besar darah yang mengalami oksigenasi ke dalam vena cava inferior
c). Vena cava
inferior : telah mengalirkan darah yang telah beredar dalam ekstremitas
inferior dan badan fetus, menerima darah dari vena hepatica dan ductus venosus
dan membawanya ke atrium dextrum
d). Foramen
ovale : memungkinkan lewatnya sebagian besar darah yang mengalami oksigenasi
dalam ventriculus dextra untuk menuju ke atrium sinistra, dari sini darah
melewati valvula mitralis ke ventriculuc sinister dan kemudian melaui aorta
masuk kedalam cabang ascendensnya untuk memasok darah bagi kepala dan
ekstremitas superior. Dengan demikian hepar, jantung dan serebrum menerima
darah baru yang mengalami oksigenasi
e). Vena cava
superior : mengembalikan darah dari kepala dan ekstremitas superior ke atrium
dextrum. Darah ini bersama sisa aliran yang dibawa oleh vena cava inferior
melewati valvula tricuspidallis masuk ke dalam venriculus dexter
f). Arteria
pulmonalis : mengalirkan darah campuran ke paru - paru yang nonfungsional,
yanghanya memerlukan nutrien sedikit
g). Ductus
arteriosus : mengalirkan sebagian besar darah dari vena ventriculus dexter ke
dalam aorta descendens untuk memasok darah bagi abdomen, pelvis dan ekstremitas
inferior
h). Arteria
hypogastrica : merupakan lanjutan dari arteria illiaca interna, membawa darah
kembali ke plasenta dengan mengandung leih banyak oksigen dan nutrien yang
dipasok dari peredaran darah maternal
b. Perubahan
pada saat lahir
1). Penghentian
pasokan darah dari plasenta
2). Pengembangan
dan pengisian udara pada paru-paru
3). Penutupan
foramen ovale
4). Fibrosis
a). Vena
umbilicalis
b). Ductus
venosus
c). Arteriae
hypogastrica
d). Ductus
arteriosus
3.
Termoregulasi
Bayi baru lahir belum dapat mengatur
suhu tubuh mereka, sehingga akan mengalami stress dengan adanya
perubahan-perubahan lingkungan. Pada saat bayi meninggalkan lingkungan rahim
ibu yang hangat, bayi tersebut kemudian masuk ke dalam lingkungan ruang
bersalin yang jauh lebih dingin. Suhu dingin ini menyebabkan air ketuban
menguap lewat kulit, sehingga
mendinginkan darah bayi. Pada lingkungan yang dingin, pembentukan suhu tanpa
mekanisme menggigil merupakan usaha utama seorang bayi yang kedinginan untuk
mendapatkan kembali panas tubuhnya. Pembentukan suhu tanpa menggigil ini
merupakan hasil penggunaan lemak coklat terdapat di seluruh tubuh, dan mereka
mampu meningkatkan panas tubuh sampai 100 %. Untuk membakar lemak coklat,
seorang bayi harus menggunakan glukosa guna mendapatkan energi yang akan mengubah
lemak menjadi panas. Lemak coklat tidak dapat diproduksi ulang oleh bayi baru
lahir dan cadangan lemak coklat ini akan habis dalam waktu singkat dengan
adanya stress dingin. Semakin lama usia kehamilan, semakin banyak persediaan
lemak coklat bayi. Jika seorang bayi kedinginan, dia akan mulai mengalami
hipoglikemia, hipoksia dan asidosis. Oleh karena itu, upaya pencegahan
kehilangan panas merupakan prioritas utama dan bidan berkewajiban untuk
meminimalkan kehilangan panas pada bayi baru lahir.
Disebut sebagai hipotermia bila suhu
tubuh turun dibawah 360 C. Suhu normal pada neonatus adalah 36 5 – 370 C. Bayi
baru lahir mudah sekali terkena hipotermia yang disebabkan oleh:
1.
Pusat pengaturan suhu tubuh pada bayi belum berfungsi dengan sempurna
2.
Permukaan tubuh bayi relative lebih luas
3.
Tubuh bayi terlalu kecil untuk memproduksi dan menyimpan panas
4.
Bayi belum mampu mengatur possisi tubuh dan pakaiannya agar ia tidak
kedinginan.
Hipotermia dapat terjadi setiap saat apabila
suhu disekeliling bayi rendah dan upaya mempertahankan suhu tubuh tidak
diterapkan secara tepat, terutama pada masa stabilisasi yaitu 6 – 12 jam
pertama setelah lahir. Misal: bayi baru lahir dibiarkan basah dan telanjang
selama menunggu plasenta lahir atau meskipun lingkungan disekitar bayi cukup
hangat namun bayi dibiarkan telanjang atau segera dimandikan.
Gejala hipotermia:
1.
Sejalan dengan menurunnya suhu tubuh, bayi menjadi kurang aktif, letargis,
hipotonus, tidak kuat menghisap ASI dan menangis lemah.
2.
Pernapasan megap-megap dan lambat, denyut jantung menurun.
3.
Timbul sklerema : kulit mengeras berwarna kemerahan terutama dibagian punggung,
tungkai dan lengan.
4.
Muka bayi berwarna merah terang
5.
Hipotermia menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme tubuh yang akan
berakhir dengan kegagalan fungsi jantung, perdarahan terutama pada paru-paru,
ikterus dan kematian.
Mekanisme terjadinya Hipotermia: Hipotermia
pada bayi baru lahir timbul karena penurunan suhu tubuh yang dapat terjadi
melalui:
1. Radiasi : Yaitu panas tubuh bayi memancar
kelingkungan sekitar bayi yang lebih dingin, misal : BBL diletakkan ditempat
yang dingin.
2.
Evaporasi : Yaitu cairan/air ketuban yang membasahi kulit bayi menguap, misal :
BBL tidak langsung dikeringkan dari air ketuban.
3.
Konduksi : Yaitu pindahnya panas tubuh bayi karena kulit bayi langsung kontak
dengan permukaan yang lebih dingin, misal : popok/celana basah tidak langsung
diganti.
4.
Konveksi : Yaitu hilangnya panas tubuh bayi karena aliran udara sekeliling
bayi, misal : BBL diletakkan dekat pintu/jendela terbuka.
4. Perubahan Sistem
Metabolisme
Untuk memfungsikan otak memerlukan glukosa
dalam jumlah tertentu. Dengan tindakan penjepitan tali pusat dengan klem pada
saat lahir seorang bayi harus mulai mempertahankan kadar glukosa darahnya
sendiri. Pada setiap baru lahir, glukosa darah akan turun dalam waktu cepat (1
sampai 2 jam).
Koreksi penurunan gula darah dapat dilakukan dengan 3 cara :
1. Melalui penggunaan ASI (bayi baru lahir
sehat harus didorong untuk menyusu ASI secepat mungkin setelah lahir).
2. Melalui penggunaan cadangan glikogen (glikogenesis)
3. Melalui pembuatan glukosa dari sumber lain
terutama lemak (glukoneogenesis).
Bayi
baru lahir yang tidak dapat mencerna makanan dalam jumlah yang cukup akan
membuat glukosa dari glikogen (glikogenolisis). Hal ini hanya terjadi jika bayi
mempunyai persediaan glikogen yang cukup. Seorang bayi yang sehat akan
menyimpan glukosa sebagai glikogen, terutama dalam hati, selama bulan-bulan
terakhir kehidupan dalam rahim. Seorang bayi yang mengalami hipotermia pada
saat lahir yang mengakibatkan hipoksia akan menggunakan persediaan glikogen
dalam jam pertama kelahiran. Inilah sebabnya mengapa sangat penting menjaga
semua bayi dalam keadaan hangat. Perhatikan bahwa keseimbangan glukosa tidak
sepenuhnya tercapai hingga 3-4 jam pertama pada bayi cukup bulan yang sehat.
Jika semua persediaan digunakan pada jam pertama maka otak bayi dalam keadaan
beresiko. Bayi baru lahir kurang bulan, lewat bulan, hambatan pertumbuhan dalam
rahim dan distress janin merupakan resiko utama, karena simpanan energi
berkurang atau digunakan sebelum lahir. Gejala-gejala hipoglikemia bisa tidak
jelas dan tidak khas meliputi : kejang-kejang halus, sianosis, apnu, tangis
lemah, letargis, lunglai dan menolak makanan. Bidan harus selalu ingat bahwa
hipoglikemia dapat tanpa gejala pada awalnya. Akibat jangka panjang
hipoglikemia ialah kerusakan yang meluas di seluruh sel-sel otak.
5
Perubahan
sistem Hematologi
Sebelum lahir, produksi eritrosit dikendalikan eritropoitin
janin yang diproduksi di hati. Eritropitin ibu tidak dapat melalui plasenta.
Sekitar 55 s.d. 90% eritrosit janin mengandung Hb F yang mempunyai afinitas
tinggi terhadap O2, sehingga dapat membawa O2 konsentrasi tinggi melintas
plasenta dari maternal ke peredaran janin.
Setelah
lahir, afinitas yang tinggi ini menyebabkan Hb F sulit melepaskan O2 ke jaringan.
Kondisi ini diperberat dengan kelainan paru atau jantung saat lahir, sehingga menambah
keadaan hipoksia. Transisi dari Hb F ke Hb A sudah dimulai sebelum bayi lahir.
Saat kelahiran, tempat produksi eritropitin berubah dari hati ke ginjal melalui
suatu mekanisme yang belum diketahui. Peningkatan PaO2 dari 25-30 mmHg saat janin
menjadi 90-95 mmHg setelah lahir, menyebabkan serum eritropoitin menurun sehingga
produksi eritrosit juga menurun s.d. umur 6-8 minggu, menyebabkan anemia
fisiologi dan berkontribusi menyebabkan anemia prematuritas.
Di dalam
plasenta diperkiraan mengandung sejumlah 75 – 125 cc darah saat lahir, atau
kurang lebih 1/4 sampai 1/3 volume darah fetus. Kurang lebih 1/3 darah plasenta
ditransfusikan dalam waktu 15 detik pertama setelah lahir dan setengahnya dalam
1 menit pertama setelah lahir. Sebagian besar bayi sehat mendapatkan transfuse
plasental dengan jumlah yang besar dalam 45 detik setelah lahir. Volume darah
bayi meningkat pada penjepitan tali pusat tunda dibandingkan dengan penjepitan
tali pusat dini. Rata-rata volume darah saat satu setengah jam setelah lahir
pada bayi dengan penjepitan dini 78 ml/kg BB dibanding 98,6 ml/kgBB pada bayi
dengan penjepitan tunda. Volume eritrosit dapat diprediksi berdasarkan nilai Ht
(vena), menggunakan rumus : Volume eritrosit (ml/kgBB) = 12,3 + 1,02 Ht, dengan
standar error hanya sekitar 10 %.
Pada
umumnya bayi baru lahir ( BBL) dilahirkan dengan nilai hemoglobin ( Hb) yang
tinggi. Hemoglobin F adalah Hb yang dominan pada periode janin, namun akan
lenyap pada satu bulan pertama kehidupan selama beberapa hari pertama. Nilai Hb
akan meningkat sedangkan volume plasma akan menurun, akibatnya hematokrit
normal hanya pada 51 – 56% neonatus. Pada saat kelahiran meningkat dari 3%
manjadi 6% , pada minggu ke-7 sampai ke-9 setelah bayi baru lahir akan turun
perlahan. Nilai Hb untuk bayi berusia 2 bulan rata-rata 12 g/dl.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
nilai hemoglobin pada bayi baru lahir :
1. waktu pengkleman tali pusat.
Penundaan pengkleman tali pusat dapat meningkatakan volume darah neonotus
25-40% , keuntungan penundaan pengkleman :
a. Volume yang besar meningkatkan
perfusi kapiler baru
b. Berlanjutnya bolus darah
teroksigenasi selama nafas pertama yang tidak teratur.
2. Pencapaian oksigenasi adekuat
yang lebih cepat membuat penutupan struktur janin.
3Posisi bayi baru lahir segera
setelah lahir
Sedangkan darah merah BBL memiliki
umur yang singkat , yaitu 80 hari , sedangkan sel darah merah orang dewasa 120
hari. Pergantian sel yang cepata ini menghasilkan lebih banyak sampah metabolic
akibat penghancuran sel termasuk bilirubin yang harus di metabolisme. Muatan
bilirubin yang berlebihan ini menyebabkan ikterus fisiologis yang terlihat pada
bayi baru lahir. Oleh karena itu, terdapat hitung retukulosit yang tinggi pada
bayi baru lahir yang mencerminkan pembentukan sel darah merah baru dalam jumlah
besar.
Sel darah putih rata-rata pada bayi
baru lahir memiliki rentang dari 10.000 hingga 30.000/mm. peningkatan lebih lanjut dapat
terjadi pada BBL normal selama 24 jam pertama kehidupan. Pada saat menangis
yang lama juga dapat menyebabkan hitung sel darah putih mengandung granulosit
dalam jumlah yang besar.
6
Perubahan
Sistem Gastrointestinal
Sebelum
lahir, janin cukup bulan akan mulai menghisap dan menelan. Refleks gumoh dan
refleks batuk yang matang sudah terbentuk dengan baik pada saat lahir.
Kemampuan bayi baru lahir cukup bulan untuk menelan dan mencerna makanan
(selain susu) masih terbatas. Hubungan antara esophagus bawah dan lambung masih
belum sempurna yang mengakibatkan “gumoh” pada bayi baru lahir dan neonatus.
Kapasitas lambung sendiri sangat terbatas, kurang dari 30 cc untuk seorang bayi
baru lahir cukup bulan. Kapasitas lambung ini akan bertambah secara lambat
bersamaan dengan tumbuhnya bayi baru lahir. Pengaturan makan yang sering oleh
bayi sendiri penting contohnya memeberi ASI on demand. Usus bayi masih belum matang
sehingga tidak mampu melindungi dirinya sendiri dari zat-zat berbahaya kolon.
Pada bayi baru lahir kurang efisien dalam mempertahankan air dibanding orang
dewasa, sehingga menyebabkan diare yang lebih serius pada neonatus.
Usus bayi baru lahir relatif tidak
matur. Sistem otot yang menyusun organ tersebut lebih tipis dan kurang efisien
dibandingkan pada orang dewasa sehingga gelombang peristaltic tidak dapat
diprediksikan. Kolon pada BBL kurang
efisien menyimpan cairan dari pada kolon orang dewasa sehingga BBL cenderung
mengalami komplikasi kehilangan cairan. Kondisi ini membuat penyakit diare
kemungkinan besar serius pada bayi muda.
Sebelum dilahirkan, traktus gastrointestinal tidak
pernah menjalankan fungsi yang sebenarnya. Sebagian cairan amnion yang ditelan
berikut materi seluler yang terkandung didalamnya melalui aktivitas enzymatik
dan bakteri dirubah menjadi mekonium. Mekonium tetap berada didalam usus
kecuali bila terjadi hipoksia hebat yang menyebabkan kontraksi otot usus
sehingga mekonium keluar dan bercampur dengan cairan ketuban. Dalam beberapa
kadaan keberadaaan mekonium dalam cairan amnion merupakan bentuk kematangan traktus
digestivus dan bukan merupakan indikasi adanya hipoksia akut.
Pada janin,
hepar berperan sebagai tempat penyimpanan glikogen dan zat besi. Vitamin K
dalam hepar pada neonatus sangat minimal oelh karena pembentukannya tergantung
pada aktivitas bakteri. Defisiensi vitamin K dapat menyebabkan perdarahan
neonatus pada beberapa hari pertama pasca persalinan. Proses glukoneogenesis
dari asam amino dan timbunan glukosa yang memadai dalam hepar belum terjadi
saat kehidupan neonatus. Lebih lanjut, aktivitas kadar hormon pengatur
karbohidrat seperti cortisol, epinefrin dan glukagon juga masih belum efisien.
Dengan demikian, hipoglikemia neonatal adalah merupakan keadaan yang sering
terjadi pada janin berada pada suhu yang dingin atau malnutrisi. Proses glukoronidasi
pada kehidupan awal neonatus sangat terbatas sehingga bilirubin tak dapat
langsung dikonjugasi menjadi empedu. Setelah hemolisis fisiologis pada awal
neonatus atau adanya hemolisis patologis pada isoimunisasi nenoatus dapat
terjadi kern icterus.
7.
Perubahan
Pada Sistem Imun
Sistem
imunitas bayi baru lahir masih belum matang, sehingga menyebabkan neonatus
rentan terhadap berbagai infeksi dan alergi. Sistem imunitas yang matang akan
memberikan kekebalan alami maupun yang didapat. Kekebalan alami terdiri dari
struktur pertahanan tubuh yang mencegah atau meminimalkan infeksi. Berikut
beberapa contoh kekebalan alami meliputi:
1. Perlindungan oleh kulit membrane mukosa.
2.
Fungsi saringan saluran napas.
3. Pembentukan koloni mikroba oleh kulit dan
usus
4. Perlindungan kimia oleh lingkungan asam
lambung.
Kekebalan
alami juga disediakan pada tingkat sel oleh sel darah yang membantu bayi baru
lahir membunuh mikroorganisme asing. Tetapi pada bayi baru lahir sel-sel darah
ini masih belum matang, artinya bayi baru lahir tersebut belum mampu
melokalisasi dan memerangi infeksi secara efisien. Kekebalan yang didapat akan
muncul kemudian. Bayi baru lahir yang lahir dengan kekebalan pasif mengandung
banyak virus dalam tubuh ibunya. Reaksi antibody keseluruhan terhadap antigen
asing masih belum bisa dilakukan sampai awal kehidupan anak. Salah satu tugas utama selama masa bayi dan
balita adalah pembentukan system kekebalan tubuh. Karena adanya defisiensi
kekebalan alami dan didapat ini, bayi baru lahir sangat rentan terhadap
infeksi. Reaksi bayi baru lahir terhadap infeksi masih lemah dan tidak memadai.
Oleh karena itu, pencegahan terhadap mikroba (seperti pada praktek persalinan
yang aman dan menyusui ASI dini terutama kolostrum) dan deteksi dini serta pengobatan dini infeksi
menjadi sangat penting.
Neonatus
di lahirkan dengan imunitas pasif terhadap virus dan bakteri yang pernah di
hadapi ibu. Janin mendapatkan imunitas ini melalui perjalanan transplasenta
dari immunoglobulin ( lg) G dan yang lain ( IgM dan IgA ) tidak dapat melewati
plasenta. Adanya IgM dan IgA di dalam darah tali pusat merupakan indikasi bahwa
janin secara aktif berespons terhadap penyakit atau mikroba kecuali jika ibu
berespon terhadap infeksi tersebut selama hidupnya.
8.
Perubahan
Pada Sistem Ginjal
Ginjal
bayi baru lahir menunjukkan penurunan aliran darah ginjal dan penurunan
kecepatan filtrasi glomerulus. Kondisi itu mudah meyebabkan retensi cairan dan
intoksikasi air. Fungsi tubulus tidak matur sehingga dapat menyebabkan
kehilangan natrium dalam jumlah yang besar dan ketidak seimbangan elektrolit
lain. Bayi baru lahir tidak mampu mengonsentrasikan urine yang baik yang tercermin
dalam berat urine ( 1,004 ) dan osmolitas urine yang rendah. Semua keterbatasan
ginjal ini lebih buruk pada bayi kurang bulan.
Bayi baru
lahir mengekskresikan sedikit urine pada 48 jam pertama kehidupan, serinmgkali
hanya 30 hingga 60 ml, seharusnya tidak terdapat protein atau darah dalam urine
bayi baru lahir. Debris sel yang banyak dapat mengidentifikasi adanya cedera
atau iritasi di dalam sistem ginjal.
Prenatal
Janin muda mengandung sekitar 90% air. Sistem urinasi mulai pada bulan
pertama. Produksi urin pada janin dimulai antara masa gestasi 9
dan 11 minggu kehidupan intrauterin. Peranan ginjal janin dalam menjaga
homeostasis tubuh sampai saat ini masih dipertanyakan, meskipun pada percobaan
binatang ditemukan adanya kemampuan ginjal fetus untuk memekatkan dan
mengencerkan urin, mengabsorbsi fosfat dan mengadakan transportasi zat organik.
Fungsi eksresi
janin dilakukan melalui plasenta. Hal ini terbukti dengan ditemukannya hasil
pemeriksaan komposisi cairan tubuh fetus yang normal, termasuk angka plasma
kreatinin dan ureum pada neonatus saat lahir, meskipun terdapat agenesis kedua
ginjal.
Neonatus
Bayi baru
lahir mengandung air sekitar 70%. Sistem urinari belum berkembang dengan
sempurna sampai akhir tahun pertama. Semua satuan ginjal adalah imatur saat
lahir, sehingga ketidakseimbangan cairan dan elektrolit terjadi dengan mudah.
Sirkulasi darah ginjal dan laju
filtrasi glomerulus pada saat lahir masih rendah, tetapi dalam beberapa hari
makin meningkat. Pada umur satu tahun sudah sama dengan orang dewasa.
Peningkatan LFG dan SDGE pada berbagai usia disebabkan karena penurunan
resistensi arteriol ginjal dan peningkatan porsi curah jantung yang dialirkan
ke ginjal. Meskipun
LFG pada neonatus masih rendah, akan tetapi dibandingkan dengan fungsi tubulus
perkembangannya masih lebih matang. Perbedaan ini disebut ketidakseimbangan
glomerulus tubular. Keadaan ini menyebabkan merendahnya fraksi reabsorbsi
terhadap berbagai zat yang difiltrasi glomerulus, sehingga ekskresi beberapa
zat seperti glukosa, fosfat, dan asam amino dalam urin meningkat dibandingkan
dengan pada anak besar atau orang dewasa.
Demikian pula
ambang serap bikarbonat masih rendah sampai umur 6 bulan, yaitu sebesar 19-21
mg/l. oleh karena itu pada neonatus dapat ditemukan proteinuria dan glukosuria
ringan yang kemudian menghilang dalam beberapa hari. Bila kadar protein dalam
urin melebihi 30 mg/dl perlu pemeriksaan lebih lanjut. Leukosituria normal
tidak ditemukan, tetapi sel epitel banyak ditemukan pada neonatus, yang sering
diinterpretasi salah sebagai leukosit. Demikian pula sel darah merah pada
keadaan normal tidak ditemukan, tetapi silinderuria biasanya dapat dijumpai,
yang kemudian menghilang dalam minggu pertama.
Karena daya
konsentrasi ginjal yang masih rendah maka berat jenis urin pada neonatus pun
masih rendah dengan osmolalitas urin berkisar antara 60-600 mOsm/l. Derajat
keasaman urin berkisar antara pH 6,0-7,0, tetapi dalam beberapa hari ginjal neonatus
dengan cepat mampu menurunkan pH urin menjadi 5,0 atau kurang.
Pemeriksaan
ureum darah pada neonatus yang baru dilahirkan berkisar antara 10-40 mg/dl
meskipun terdapat agenesis ginjal bilateral. Peningkatan kadar ureum darah
sampai 60 mg/dl dapat terjadi pada neonatus dengan fungsi ginjal yang normal
apabila diberi minum formula susu buatan dengan kadar protein tinggi. Akan
tetapi bila ditemukan peningkatan kadar ureum darah perlu dicurigai adanya
kelainan ginjal antara lain ginjal polikistik dan hidronefrosis kongenital.
Kadar kreatinin darah pada saat lahir hampir sama dengan orang dewasa yaitu
0,5-1,1 mg/dl, tetapi kemudian menurun dalam 2-4 minggu dan pada umur 1 bulan
menjadi 0,1-0,2 mg/dl, yang kemudian meningkat dengan kenaikan usia.
Sembilan puluh
sembilan persen bayi kencing dalam waktu 48 jam pasca lahir. Oleh karena itu
bila bayi tidak kencing dalam waktu 48 jam harus dicurigai adanya gagal ginjal
dan perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, antara lain plasma kreatinin dan
ureum. Penyebab terjadinya gagal ginjal pada neonatus dapat terjadi karena
faktor pra-, pasca-, dan intrarenal seterti terlihat pada Tabel 3.
Pada awalnya
frekuensi miksi pada bayi sering sekali, tetapi makin lama makin berkurang. Sebaliknya jumlah urin pada neonatus
masih sedikit, kemudian meningkat pada usia yang makin bertambah.
Pada neonatus
satu atau dua ginjal sering dapat teraba pada palpasi. Bila keduanya teraba
biasanya normal, tetapi bila hanya satu yang teraba perlu dicurigai apakah yang
satu itu lebih besar dari yang lain atau terdorong oleh massa intra- atau
ekstrarenal. Pembesaran ginjal pada neonatus dapat disebabkan oleh
hidronefrosis, tetapi lebih sering disebabkan oleh embrioma atau malformasi
kistik. Ketiga hal itu dapat dibedakan dengan pemeriksaan ultrasonografi, foto
polos abdomen atau pielografi intravena (PIV). Pada pelaksanaan pemeriksaan
PIV, karena daya konsentrasi tubulus yang masih kurang pada ginjal neonatus,
jumlah media kontras yang dipakai harus lebih banyak (10-20 ml diodrast) untuk
mendapatkan gambar kalises yang baik.
C.
Ikterus Neonatorum
Ikterus sendiri sebenarnya adalah
perubahan warna kuning akibat deposisi bilirubin berlebihan pada jaringan;
misalkan yang tersering terlihat adalah pada kulit dan konjungtiva mata.
Sedangkan definisi ikterus neonatorum adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir dengan keadaan meningginya kadar bilirubun di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva,mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kucing. Ikterus juga disebut sebagai keadaan hiperbilirubinemia (kadar bilirubin dalam darah lebih dari 12 mg/dl). Keadaan hiperbilirubinemia merupakan salah satu kegawatan pada BBL karena bilirubin bersifat toksik pada semua jaringan terutama otak yang menyebabkan penyakit kern icterus (ensefalopati bilirubin) yang pada akhirnya dapat mengganggu tumbuh kembang bayi.
Sedangkan definisi ikterus neonatorum adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir dengan keadaan meningginya kadar bilirubun di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva,mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kucing. Ikterus juga disebut sebagai keadaan hiperbilirubinemia (kadar bilirubin dalam darah lebih dari 12 mg/dl). Keadaan hiperbilirubinemia merupakan salah satu kegawatan pada BBL karena bilirubin bersifat toksik pada semua jaringan terutama otak yang menyebabkan penyakit kern icterus (ensefalopati bilirubin) yang pada akhirnya dapat mengganggu tumbuh kembang bayi.
Ikterus neonatorum dibedakan menjadi
2,yaitu :
1. Neonatorum Fisiologis
Adalah keadaan hiperbirirubin karena faktor fisiologis
merupakan gejala normal dan sering dialami bayi baru lahir.
Ikterus ini
terjadi atau timbul pada hari ke-2 atau ke-3 dan tampak jelas pada hari ke-5
sampai dengan ke-6 dan akan menghilang pada hari ke-7 atau ke-10.
kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih daro 12 mg/dl dan pada
BBLR tidak lebih dari 10 mg/dl, dan akan menghilang pada hari ke-14. Bayi
tampak biasa, minum baik dan berat badan naik biasa.
Penyebab
ikterus neonatorum fisiologis diantaranya adalah organ hati yang belum “matang”
dalam memproses bilirubin, kurang protein Y dan Z dan enzim glukoronyl
tranferase yang belum cukup jumlahnya. Meskipun merupakan gejala fisiologis,
orang tua bayi harus tetap waspada karena keadaan fisiologis ini sewaktu-waktu
bisa berubah menjadi patologis terutama pada keadaan ikterus yang disebabkan
oleh karena penyakit atau infeksi.
2. Ikterus Neonatorum
Patologis
Adalah keadaan hiperbilirubin karena faktor penyakit
atau infeksi. Ikterus neonatorum patologis ini ditandai dengan :
a. Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan; serum bilirubin total lebih dari 12 mg/dl.
b. Peningkatan kadar bilirubin 5 mg/dl atau lebih dalam 24 jam.
c. Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg% pada bayi kurang bulan (BBLR) dan 12,5 mg% pada bayi cukup bulan.
d. Ikterus yang disertai proses hemolisis.
e. Bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl, atau kenaikan bilirubin serum 1 mg/dl/jam atau lebih 5 mg/dl/hari.
f. Ikterus menetap sesudah bayi berumur 10 hari (cukup bulan) dan lebih dari 14 hari pada BBLR.
a. Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan; serum bilirubin total lebih dari 12 mg/dl.
b. Peningkatan kadar bilirubin 5 mg/dl atau lebih dalam 24 jam.
c. Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg% pada bayi kurang bulan (BBLR) dan 12,5 mg% pada bayi cukup bulan.
d. Ikterus yang disertai proses hemolisis.
e. Bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl, atau kenaikan bilirubin serum 1 mg/dl/jam atau lebih 5 mg/dl/hari.
f. Ikterus menetap sesudah bayi berumur 10 hari (cukup bulan) dan lebih dari 14 hari pada BBLR.
Derajat
ikterus pada neonates menurut Kramer
Zona
|
Bagian tubuh yang kuning
|
Rata-rata serum bilirubin indirek (umol/L)
|
1
2
3
4
5
|
Kepala dan leher
Pusat-leher
Pusat-paha
Lengan+tungkai
Tangan+kaki
|
100
150
200
250
>250
|
Penegakan
diagnosis ikterus neonatorum berdasarkan waktu kejadiannya
Waktu
|
Diagnosis banding
|
Hari ke 1
|
Penyakit hemolitik (bilirubin indirek)
·
Inkompatibilitas
darah (Rh, ABO)
·
Sterositosis
·
Anemia hemolitik non
sterositosis
Ikterus
obstruktif (bilirubin direk)
·
Hepatits neonatal
|
Hari ke 2 sampai ke 5
|
·
Kuninag apada bayi
premature
·
Kuning fisiologik
·
Sepsis
·
Darah ekstravaskular
·
Polisitemia
·
Sterositosis
kongenital
|
Hari ke 5 sampai 10
|
·
Sepsis
·
Kuning karena ASI
·
Defisiensi G6PD
·
Hipotiroidisme
·
Galaktosemia
|
Hari ke 10 sampai lebih
|
·
Atresia biliaris
·
Hepatitis neonatal
·
Sepsis (terutama
infeksi saluran kemih)
·
Stenosis pilorik
|
PATOFISIOLOGI
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi
pada beberapa keadaan. Keadaan yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan
kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z
berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan
peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau
neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat
toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin
indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat
ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi
dapat menembus darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kern
ikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat tersebut
mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah
otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek
akan mudah melewati darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir
Rendah, hipoksia, dan hipolikemia.
KLASIFIKASI
1. Ikterus
Hemolitik
Ikterus
hemolitik disebabkan oleh lisis (penguraian) sel darah merah yang berlebihan. Ikterus hemolitik merupakan penyebab prahepatik karena terjadi akibat faktor-faktor
yang tidak harus berkaitan dengan hati. Ikterus hemolitik dapat terjadi pada
destruksi sel darah merah yang berlebihan dan hati tidak dapat mengkonjugasikan
semua bilirubin yang dihasilkan. Ikterus ini dapat dijumpai pada reaksi
transfuse, atau lisis sel darah merah akibat gangguan hemoglobin, misalnya
anemia sel sabit dan talasemia. Destruksi sel darah merah karena proses otoimun
yang dapat menyebabkan ikterus semolitik.
Pada ikterus hemolitik apapun sebabnya, sebagian bilirubin akan terkonjugasi
(disebut bilirubin bebas atau hiperbilirubinemia indirek) akan meningkat.
2. Ikterus
Hepatoseluler
Penurunan
penyerapan dan konjugasi bilirubin oleh hati terjadi pada disfungsi hepatosis
dan disebut ikterus hepatoseluler. Disfungsi hati dapat terjadi apabila
hepatosit terinfeksi dan oleh virus, misalnya pada hepatitis, apabila sel sel
hati rusak akibat kanker atau sirosis. Sebagian kelainan kongenital juga
mempengaruhi kemampuan hati untuk menangani bilirubin, Obat-obatan tertentu
termasuk hormone steroid, sebagian anti biotic dan anestetik halotan juga dapat
mengganggu sel hati. Apabila hati tidak dapat
mengkonjugasikan bilirubin, kadar bilirubin terkonjugasi akan meningkat
sehingga timbul ikterus.
3. Ikterus
Obstruktif
Sumbatan
terhadap aliran empedu keluar hati atau duktus biliaris disebut ikterus
obstruktif. Ikterus obstruktif dianggap berasal intrahepatik apabila disebabkan
oleh sumbatan aliran empedu melintasi duktus biliaris. Obstruksi intra hepatik
dapat terjadi apabila duktus biliaris tersumbat oleh batu empedu atau tumor. Pada
kedua jenis obstruksi tersebut, hati tetap mengkonjugasikan bilirubin, tetapi
bilirubin tidak dapat mencapai usus halus. Akibatnya adalah penurunan atau
tidak adanya ekskresi urobilinogen di tinja sehingga tinja berwarna pekat.
Bilirubin terkonjugasi tersebut masuk ke aliran darah dan sebagian besar di
ekskresikan melalui ginjal sehingga urin berwarna gelap dan berbusa. Apabila
obstruksi tersebut tidak di atasi maka kanalikulus biliaris di hati akhirnya
mengalami kongesti dan rupture sehingga empedu tumpah ke limfe dan aliran
darah.
KOMPLIKASI
Terjadi kernikterus yaitu kerusakan otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak. Pada
kernikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak
mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary
movements), kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dan akhirnya opistotonus.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
·
Fetus (janin)
adalah nama yang diberikan untuk bayi yang belum lahir dari minggu kedelapan
setelah pembuahan hingga saat kelahiran.
·
Adaptasi bayi terhadap kehidupan di luar kandungan, meliputi:
Ø Perubahan
Pernafasan/Respirasi
Selama dalam uterus, janin
mendapatkan oksigen dari pertukaran gas melalui plasenta. Setelah bayi lahir,
pertukaran gas harus melalui paru-paru.
Ø Perubahan Sirkulasi
Setelah lahir, darah
bayi baru lahir harus melewati paru untuk mengambil oksigen dan mengadakan
sirkulasi melalui tubuh guna mengantarkan oksigen ke jaringan. Untuk membuat
sirkulasi yang baik guna mendukung kehidupan luar rahim, harus terjadi dua
perubahan besar:
1. Penutupan foramen
ovale pada atrium jantung
2. Penutupan duktus arteriosus antara arteri
paru-paru dan aorta.
Ø Termoregulasi
Bayi baru lahir belum
dapat mengatur suhu tubuh mereka, sehingga akan mengalami stress dengan adanya
perubahan-perubahan lingkungan.
Ø Perubahan Sistem Metabolisme
Untuk memfungsikan
otak memerlukan glukosa dalam jumlah tertentu. Dengan tindakan penjepitan tali
pusat dengan klem pada saat lahir seorang bayi harus mulai mempertahankan kadar
glukosa darahnya sendiri. Pada setiap baru lahir, glukosa darah akan turun
dalam waktu cepat (1 sampai 2 jam).
Ø Perubahan pada sistem
Hematologi
Sebelum lahir, produksi
eritrosit dikendalikan eritropoitin janin yang diproduksi di hati. Eritropitin
ibu tidak dapat melalui plasenta. Sekitar 55 s.d. 90% eritrosit janin
mengandung Hb F yang mempunyai afinitas tinggi terhadap O2, sehingga dapat
membawa O2 konsentrasi tinggi melintas plasenta dari maternal ke peredaran
janin.
Ø Perubahan Pada Sistem
Gastrointestinal
Sebelum lahir, janin
cukup bulan akan mulai menghisap dan menelan. Refleks gumoh dan refleks batuk
yang matang sudah terbentuk dengan baik pada saat lahir.
Ø Perubahan Pada Sistem
Imun
Sistem imunitas bayi
baru lahir masih belum matang, sehingga menyebabkan neonatus rentan terhadap
berbagai infeksi dan alergi. Sistem imunitas yang matang akan memberikan
kekebalan alami maupun yang didapat.
Ø Perubahan Pada System
Ginjal
Bayi baru lahir mengandung air sekitar 70%. Sistem urinari
belum berkembang dengan sempurna sampai akhir tahun pertama. Semua satuan
ginjal adalah imatur saat lahir, sehingga ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit terjadi dengan mudah.
·
Ikterus
Neonatorum
Ikterus sendiri sebenarnya adalah
perubahan warna kuning akibat deposisi bilirubin berlebihan pada jaringan;
misalkan yang tersering terlihat adalah pada kulit dan konjungtiva mata.
Sedangkan definisi ikterus neonatorum adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir dengan keadaan meningginya kadar bilirubun di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva,mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kucing. Ikterus juga disebut sebagai keadaan hiperbilirubinemia (kadar bilirubin dalam darah lebih dari 12 mg/dl). Keadaan hiperbilirubinemia merupakan salah satu kegawatan pada BBL karena bilirubin bersifat toksik pada semua jaringan terutama otak yang menyebabkan penyakit kern icterus (ensefalopati bilirubin) yang pada akhirnya dapat mengganggu tumbuh kembang bayi.
Sedangkan definisi ikterus neonatorum adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir dengan keadaan meningginya kadar bilirubun di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva,mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kucing. Ikterus juga disebut sebagai keadaan hiperbilirubinemia (kadar bilirubin dalam darah lebih dari 12 mg/dl). Keadaan hiperbilirubinemia merupakan salah satu kegawatan pada BBL karena bilirubin bersifat toksik pada semua jaringan terutama otak yang menyebabkan penyakit kern icterus (ensefalopati bilirubin) yang pada akhirnya dapat mengganggu tumbuh kembang bayi.
B.
Saran
Dengan adanya adaptasi Bayi Baru lahir terjadilah perubahan-perubahan pada
bayi, oleh karena itu pada proses adaptasi perlunya penambahan pengetahuan
perawatan bayi baru lahir bagi para ibu.terutama pada seorang wanita yang
pertama kali menjadi seorang ibu.
Setelah memahami tentang bayi baru lahir tentunya bisa
dilakukan penerapan yang baik untuk dapat melakukan pemeriksaan yang spesifik
pada bayi baru lahir sehingga dapat menetapkan diagnosis yang benar agar dapat
dilakukan perawatan yang lebih intensif jika ditemukan adanya masalah.
Semua tenaga kesehatan dapat bekerja sama untuk dapat
memberikan perawatan yang benar terkait dengan bayi baru lahir.
Bidan dapat mengetahui ciri-ciri bayi
yang normal supaya dapat mengenal segera perubahan tingkah lakunya dan kemajuan
– kemunduran kesehatan bayi, dan membuat catatan serta laporan sehingga dapat
melakukan tindakan dan pemeriksaan yang perlu guna menolong bayi baru lahir.
Untuk itu kami
sebagai penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dalam pembuatan
makalah ini, dan sebagai reverensi dalam pembuatan makalah selanjutnya. Karena sedikitnya kesalahan dapat
mengurangi nilai kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA
Wulanda, Ayu Febri. 2011. Biologi Reproduksi. Jakarta: Salemba Medika
Dewi dan Sujono. 2012. Biologi Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Maryuani, Anik. 2010. Biologi Reprodoksi dalam Kebidanan. Jakarta: Trans Info Media
Saifuddin, Abdul. 2011. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: Bima Pustaka
Davies, Lorna. 2009. Pemeriksaan Kesehatan Bayi. Jakarta: ECG
Jenifer. 2008. Midwifery
Assentials postnatal. Jakarta: ECG
Farrer, Helen. 2011. Perawatan Maternitas. Jakarta: EGC
Abdul, Saifuddin.2008. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: Bina Pustaka
Sudarti, M.Kes. 2010. Kelainan dan Penyakit pada Bayi dan Anak. Yogyakarta: Nuha Medika
Afroh dan Sudarti. 2012. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta: Nuha Medika
Hari, Sri. 2009. Asuhan
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
2 komentar:
Posting yang menarik. Makasih ya mbak... :)
Posting yang menarik. Makasih infonya ya mbak... :)
Posting Komentar