PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
YANG MELANDASI PELAYANAN KEBIDANAN
Pendahuluan
n
Tuntutan
penerima layanan kesehatan thp pemberi layanan kesehatan semakin tinggi dan
kompleks dan cenderung kritis
n
Kesadaran
hukum masyarakat cenderung meningkat seiring derasnya arus reformasi
n
Masalah
hukum memasuki bidang profesi kebidanan Dalam melaksanakan profesinya, semua
tenaga kesehatan termasuk bidan tidak dpt melepaskan seluruh rangkaian tugas
profesional dari lingkup hukum, terutama hukum kesehatan
n
Pemberi
pelayanan kesehatan termasuk bidan diharapkan meningkatkan ciri
profesionalismenya Pengertian profesionalismepun bisa dioptimalkan dengan
memahami peraturan atau hukum oleh profesional di bidang kesehatan.
n Peran, fungsi dan tugas bidan
mengacu pada PP No 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. Menurut PP tersebut
hubungan bidan dengan klien dari aspek hukum adl hubungan antar subyek hukum Bidan
harus menyadari bahwa dalam menjalankan tugasnya, mereka tidak saja bertanggung
jawab secara kesehatan kpd pasien, namun juga bertanggung jawab dibidang hukum.
n Bidan Indonesia adalah : Seorang
perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan yang diakui pemerintah dan
organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki
kompetisi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah
mendapat lisensi untuk menjalankan praktek kebidanan (Kepmenkes No
369/Menkes/SK/III/2007)
n Upaya Kesehatan adalah setiap
kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu,
terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan,
pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehtan oleh pemerintah dan/atau masyarakat
(UU RI No 36 Tahun 2009)
n Pelayanan Kebidanan adalah
bagian intergral dan sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan yang
telah terdaftar (teregister) yang dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi,
atau rujukan (Kepmenkes No 369/Menkes/SK/III/2007)
n Praktek Kebidanan adalah
implementasi dari atau ilmu kebidanan oleh bidan yang bersifat otonom, kepada
perempuan, keluarga dan komunitasnyanya didasari etika dan kode etik bidan. (Kepmenkes
No 369/Menkes/SK/III/2007)
n
Hukum adalah peraturan atau ketentuan baik tertulis maupun tidak
tertulis yang mengatur tata pergaulan kehidupan masyarakat (subyek hukum) dan
adanya sanksi bagi pelanggarnya. Ditetapkan atau diakui oleh otoritas
tertinggi.
n Hukum kesehatan adalah peraturan perundang- undangan yang
menyangkut pelayanan kesehatan (merupakan ketentuan hukum yg berhubungan
langsung dengan pemeliharaan dan pelayanan kesehatan).
n Yang terlibat didalam hukum kesehatan adalah
: perorangan, lapisan masyarakat, penyelenggara kesehatan, organisasi, sarana,
pedoman standar pelayanan kesehatan medik, ilmu pengetahuan kesehatan, dan hukum
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
YANG MELANDASI PELAYANAN KEBIDANAN
§ Undang-undang;
-
UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
-
UUNo 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
-
Undang-undang No 13 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan
-
Undang
undang No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
-
UU RI No. 52/ 2009 tentang perkembangan kependudukan dan keluarga
§ Peraturan
Pemerintah;RI Nomor 32/1996 tentang Tenaga Kesehatan
§ Peraturan Pemerintah RI Nomor 54 tahun 2007 tentang Pengankatan
anak
§ Permenkes Nomor 1796MENKES/PER/VIII/2011
tentang Registrasi Tenaga Kesehatan
§ Permenkes No 1464/Menkes/Per/X/2010
tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik BIdan
§ Permenkes No 938/2007 ttg Standar
Asuhan Kebidanan
§ Kep Menkes No 369/Menkes/SK/2007 tentang
Standar Profesi Bidan
§ Permenkes
No 269/Menkes/III/2008 tentang rekam medis
§ Permenkes No 290/Menkes/Per/III/2008
tentang persetujuan tindakan medis
§ Perda (Provinsi,Kabupaten/Kota)
§ Peraturan institusi
§ Dsb……..
BEBERAPA PASAL YANG BERKAITAN DENGAN PELAYANAN KIBIDANAN
- UNDANG-UNDANG No 36 tahun 2009 tentang KESEHATAN
BAB VI
UPAYA KESEHATAN
UPAYA KESEHATAN
Bagian Keenam
Kesehatan Reproduksi
Pasal 71
(1)
Kesehatan
Reproduksi merupakan keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara
utuh, tidak semata mata bebas dari
penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses
reproduksi pada laki-laki dan perempuan
(2)
Kesehatan
reproduksi sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi:
a
Saat
sebelum hamil, hamil, melahirkan, dan sesudah melahirkan;
b
Pengaturan
kehamilan, alat kontrasepsi, dan kesehatan seksual; dan
c
Kesehatan sistem reproduksi
(3) Kesehatan reeproduksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui kegiatan promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif
Setiap orang berhak:
- Menjalani kesehatan reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat, aman, serta bebas dari paksaan dan/ atau kekerasan dengan pasangan yang sah
- Menentukan kehidupan reproduksinya dan bebas dari diskriminasi, paksaan,dan /atau kekerasan yang menghormati nilai nilai luhur yang tdk merendahkan martabat manusia sesuai dengan norma agama.
c. Menentukan sendiri kapan dan berapa sering
ingin bereproduksi sehat secara medis serta tdk bertentangan dengan agama
d. Memperoleh informasi, edukasi dan konseling
mengenai kesehatan reproduksi yang
benar dan dapat dipertanggung jawabkan
Pasal 73
Pemerintah wajib menjamin
ketersediaan sarana informasi dan sarana pelayanan kesehatan reproduksi yang
aman, bermutu dan terjangkau
Pasal 74
(1) Setiap pelayanan kesehatan reproduksi yang
bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabiitatif, termasuk reproduksi
dengan bantuan dilakukan secara aman dan sehat dengan memerhatikan aspek-aspek
yang khas, khususnya reproduksi perempuan
(2) Pelaksanaan
pelayanan kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud ayat (1) delakukan dengan
tidak bertentangan dengan nilai agama dan ketentuan peraturan
perundang-undangan
(3) Ketentuan
mengenai reproduksi dengan bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur
dengan Peraturan Pemerintah
Pasal 75
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi
(2) Larangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan :
- Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin yang menderita penyakit genetik beratdan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup diluar kandungan;atau
- Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan
(3) Tindakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dpt dilakukan setelah melalui
konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca
tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang
(4) Tindakan
lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud
pada ayat(2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam
pasal 75 hanya dapat dilakukan:
- Sebelum kehamilan berumur 6 muinggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dlm hal kedaruratan medis
- Oleh tenaga kesehatan yang memiliki ketrampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri
- Dengan persetujuan ibu hamil yg bersangkutan
- Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
- Penyedia layanan kesehatan yg memenuhi syarat yg ditetapkan oleh menteri
Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan
mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam psl 75 ayat (2) dan
ayat (3) yg tdk bermutu, tdk aman, dan tdk bertanggung jawab serta bertentangan
dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 194 (ketentuan pidana)
Setiap orang yang dengan sengaja
melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
75 ayat (2) depidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denta
paling banyak Rp 1.000.000.000,00 ( satu milyar rupiah)
Bagian Ketujuh
Keluarga Berencana
Keluarga Berencana
Pasal 78
(1) Pelayanan kesehatan dalam
keluarga berencana dimaksudkan untuk pengaturan kehamilan bagi pasangan usia
subur untuk membentuk generasi penerus yang sehat dan cerdas
(2) Pemerintah bertanggung jawab dan
menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas, alat dan obat dalam
memberikanpelayanan keluarga berencana yang aman, bermutu dan terjangkau oleh
masyarakat
(3) Ketentuan mengenai pelayanan
keluarga berencana dilaksanakan sesuai denga peraturan
BAB VII
KESEHATAN IBU, BAYI,ANAK,REMAJA,LANJUT USIA,DAN PENYANDANG CACAT
KESEHATAN IBU, BAYI,ANAK,REMAJA,LANJUT USIA,DAN PENYANDANG CACAT
Bagian Kesatu
Kesehatan ibu, bayi, dan Anak
Pasal 126
(1) Upaya
kesehatan ibu harus ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu sehingga mampu
melahirkan generasi penerus yang sehat dan berkualitas serta mengurangi angka
kematian ibu
(2) Upaya
kesehatan ibu sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi upaya promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif
(3) Pemerintah
menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas, alat dan obat dalam penyelenggaraan pelayanan
kesehatan ibu secara aman, bermutu, dan terjangkau
(4) Ketentuan
lebih lanjut mengenai pelayanan kesehatan ibu diatur dengan Peraturan
Pemerintah
Pasal 127
(1) Upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya
dpt dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dgn ketentuan:
- Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dlm rahim istri darimana ovum berasal
b. Dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan untuk itu; dan
c. Pada fasilitas pelayanan kesehatan
tertentu
(2)
Ketentuan mengenai persyaratan kehamilan diluar cara alamiah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah
Pasal 128
(1) Setiap
bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam)
bulan, kecuali atas indikasi medis
(2) Selama
pemberian air susu ibu, pihak keluarga, pemerintah, Pemerintah daerah, dan
masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan
fasilitas khusus
(3) Penyediaan
fasilitas khusus sebagaimana dimaksud ayat (2) diadakan ditempat kerja dan
tempat sarana umum
Pasal 129
(1) Pemerintah bertanggung jawab menetapkan
kebijakan dalam rangka menjamin hak bayi untuk mendapatkan air susu ibu secara
eksklusif
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud
ayat (1) diatur dengan peraturan
Pemerintah
Ketentuan
Pidana (Pasal 200)
Setiap orang
yang dengan sengaja menghalangi program pemberian air susu ibu eksklusif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (2) dipidana penjara paling lama 1
tahun dan denda paling banyak 100.000.000 ( seratus juta rupiah)
Pasal 130
Pemerintah wajib memberikan
imunisasi lengkap kepada setiap bayi dan anak.
Pasal 131
(1) Upaya
kesehatan bayi dan anak harus ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan
datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan angka
kematian bayi dan anak.
(2) Upaya
pemeliharaan bayi dan anak dilakukan sejak anak masih dalam kandungan,
dilahirkan,dan sampai berusia 18 (delapan belas) tahun.
(3) Upaya
pemeliharaan kesehatan bayi dan anak sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2)
menjadi tanggung jawab dan kewajiban bersama bagi orang tua, keluarga,
masyarakat, pemerintah dan pemerintah daerah.
Pasal 132
(1) Anak
yang dilahirkan wajib dibesarkan dan diasuh secara bertanggung jawab sehingga
memungkinkan anak tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal.
(2) Ketentuan
mengenai anak yg dilahirkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Setiap
anak berhak memperoleh imunisasi dasar sesuai dengan ketentuan yang berlaku
untuk mencegah terjadinya penyakit yang dapat dihindari melalui imunisasi.
(4) Ketentuan
lebih lanjut mengenai jenis-jenis imunisasi dasar sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan
Menteri.
Pasal 133
(1) Setiap
bayi dan anak berhak terlindungi dan terhindar dari segala bentuk diskriminasi
dan tindak kekerasan yang dapat mengganggu kesehatannya.
(2) Pemeintah,
pemerintah daerah,dan masyarakat berkewajiban untuk menjamin terselenggaranya
perlindungan bayi dan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menyediakan
pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 134
(1) Pemerintah
berkewajiban menetapkan standar dan/atau kriteria terhadap kesehatan bayi dan
anak serta menjamin pelaksanaannya dan memudahkan setiap penyelenggaraan terhadap
standar dan kriterian tersebut.
(2) Standar
dan/atau kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diselenggarakan
sesuai dengan pertimbangan moral, nilai agama, dan berdasarkan ketentuan
peraturat perundang-undangan.
Pasal 135
(1) Pemerintah,
pemerintah daerah, da masyarakat wajib menyediakan tempat dan sarana lain yang
diperlukan untuk bermain anak yang memungkinkan anak tumbuh dan berkembang
secara optimal serta mampu bersoaialisasi secara sehat.
(2) Tempat
bermain dan sarana lain yang diperlukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib dilengkapi sarana perlindungan terhadap risiko kesehatan agar tidak
membahayakan kesehatan anak.
- UNDANG-UNDANG No 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN
Implikasi terhadap Profesi Bidan & Perawat
PASAL 73
(1). Setiap orang dilarang menggunakan
identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat
seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah
memiliki surat tanda registrasi dan/ atau surat izin praktik.
(2). Setiap orang dilarang menggunakan alat, metode
atau cara dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan
seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah
memiliki surat tanda registrasi dan/ atau surat izin praktik.
(3)
Ketentuan ini tidak berlaku bagi tenaga
kesehatan (misalnya bidan dan perawat) yang diberi kewenangan oleh peraturan
perundang-undangan untuk melakukan tindakan medis
Tindakan medis yang dilakukan bukan oleh dokter dan dokter gigi dapat
digolongkan sebagai tindak pidana;
l
Setiap
orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain
yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah
dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau
surat tanda registrasi dokter gigi dan/ atau surat izin praktik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh
juta rupiah).
l
Setiap
orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam
memberikan pelayanan kepada masyarkat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang
bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda
registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin
praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah).
l
Pada
Permenkes No.1419/MENKES/PER/X/2005 pasal 14 dan 15 disebutkan bahwa dokter dan
dokter gigi dapat memberikan kewenangan kepada perawat atau tenaga kesehatan
tertentu secara tertulis dalam melaksanakan tindakan kedokteran atau kedokteran
gigi. Tindakan kedokteran yang dimaksud adalah yang sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki dan dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Bidan
dapat melaksanakan tindakan medik terhadap ibu, bayi dan anak balita sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- UNDANG-UNDANG No 13 tahun 2003 tentang KETENAGAKERJAAN
. Pengertian.
Ketenagakerjaan
adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum,
selama dan sesudah bekerja.
Tenaga
kerja adalah setiap orang yang mampu malakukan pekerjaan guna menghasilkan
barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat.
Sehingga bidan juga termasuk yang memenuhi unsur sebagai tenaga kerja.
Sebagai unsur tenaga kerja bidan
juga berhak memperoleh perlindungan sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan
Bidan sebagai tenaga kerja juga berhak mendapat perlindungan untuk jaminan hak-hak dasar pekerja atau buruh dan jaminan kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi.
Bidan sebagai tenaga kerja juga berhak mendapat perlindungan untuk jaminan hak-hak dasar pekerja atau buruh dan jaminan kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi.
·
. Dasar Hukum yang melandasi ketenagakerjaan tercantum pd UU No 13 th 2003
yg meliputi :
Pasal 81
(1)
Pekerja atau buruh perempuan yg dlm masa
haid
merasakan sakit dan memberitahukan
kpd
pengusaha, tdk wajib bekerja pd hari
pertama dan kedua haid
(2) Pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud
dlm ayat (1) diatur dlm
perjanjian kerja,
peraturan
perusahaan atau perjanjian bersama
. Pasal 82
(1) Pekerja
atau buruh perempuan memperoleh istirahat selama 1,5 bl sebelum saatnya
melahirkan anak dan 1,5 bl sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter
kandungan atau bidan.
(2) Pekerja
atau buruh perempuan yg mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh
istirahat 1,5 bl atau sesuai surat
keterangan dokter atau bidan.
Pasal 83
Pekerja
atau buruh perempuan yg anaknya masih menyusu hrs diberi kesempatan sepatutnya
untuk menyusui anaknya jika hal itu hrs dilakukan selama waktu kerja.
d. Pasal 84
Setiap
pekerja atau buruh yg menggunakan hak waktu istirahatnya mendapat upah atau
gaji penuh.
- UNDANG-UNDANG TENTANG BAYI TABUNG
Pengertian Bayi Tabung
- Fertilisasi In Vitro – transfer embrio
- Proses pembuahan diluar tubuh / pertemuan antara sperma dan ovum dilakukan di luar tubuh yaitu di dalam tabung (piring petri).
- Suatu usaha jalan pintas untuk mempertemukan sel telur (ovum) dengan sel jantan (sperma) di luar tubuh manusia (in vitro), yaitu dalam tabung gelas dan kemudian setelah terjadi pembuahan dimasukkan kembali ke dalam rahim wanita sehingga dapat tumbuh menjadi janin sebagaimana layaknya janin biasa.
Jenis-jenis bayi tabung
- Dengan sperma suami
- Dengan sperma donor
- Dengan media titipan
Kedudukan Hukum Anak yang Lahir
Melalui FIV dengan Menggunakan Sperma Suami
- Pasal 250 KUHPerdata mengatur tentang pengertian anak sah.
- Pasal 42 UU Perkawinan
- Bagaimana kedudukan anak hasil FIV yang sperma dari suami, ovum dari istri dan embrio ditanam dirahim istri
–
Orang tua terikat perkawinan yang sah
–
Secara
biologis anak merupakan anak pasutri
–
Istri sendiri yang melahirkan
Kedudukan Hukum Anak yang Lahir
Melalui Proses FIV dengan Menggunakan Sperma Donor
Dilihat dari aspek biologis (Ayah
Biologis) dan dari aspek yuridis (Ayah Yuridis) dapat dianggapn sebagai :
- Sebagai anak sah dgn melalui pengakuan(285 KUHPerdata)
- Sebagai anah zina
Kedudukan Hukum Anak yang Lahir Melalui Proses FIV
dengan Menggunakan Surrogate Mother/Media titipan
- Pada proses ini sel telur dan sperma pasangan suami istri yang berupa embrio dititipkan dalam rahim wanita lain à sewa rahim (lihat Pasal 1548 jo 1320 KUHPerdata) à anak angkat
Dasar Hukum Pelaksanaan Bayi
Tabung di Indonesia
Undang-Undang RI No 36/2009
Pasal 127
Ayat (1) Upaya kehamilan diluar
cara alamiah hanya dpt dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dgn
ketentuan:
- Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dlm rahim istri darimana ovum berasal
b. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan
kewenangan
untuk itu; dan
c. Pada fasilitas pelayanan
kesehatan
tertentu
Ayat (2) Ketentuan mengenai
persyaratan kehamilan diluar cara alamiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah
- UNDANG-UNDANG TENTANG ADOPSI
Pengertian.
Adopsi adalah suatu proses
penerimaan seorang anak dari seseorang atau lembaga organisasi ketangan orang
lain secara sah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Adopsi
juga berarti memasukkan anak yang diketahuinya sebagai anak orang lain kedalam keluarganya dengan status fungsi sama
dengan anak kandung
Adopsi juga diartikan sebagai perbuatan hukum, dimana seseorang yang cakap
mengangkat seorang anak orang lain menjadi anak sah-nya.
Pada adopsi tidak berarti memutus-kan hubungan darah dengan orang tua kandungnya, tetapi secara hukum terbentuk hubungan hukum sebagai orang tua dan anak.
Pada adopsi tidak berarti memutus-kan hubungan darah dengan orang tua kandungnya, tetapi secara hukum terbentuk hubungan hukum sebagai orang tua dan anak.
•
Adopsi
dikenal dalam seluruh sistem hukum adat di Indonesia
•
Pengaturan
tentang pengangkatan anak diatur antara lain di KUH Perdata, UU No 23 tahun
2002 tentang Perlindungan Anak, PP no 54 tahun 2007
•
Pengaturan
tehnisnya banyak tersebar di Surat Edaran Mahkamah Agung
Pengangkatan Anak diatur dalam pasal 39 – 41 UUPA
Pasal 39
(1) Pengangkatan
anak hanya dpt dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan
berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
(2) Pengangkatan
anak sebagaimana diatur dalam ayat (1), tidak memutuskan hubungan darah antara
anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya.
(3) Calon
orang tua anak harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat
(4) Pengangkatan anak oleh WMA
hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir
(5) Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak
disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat
Pasal 40
(1) Orang tua
wajib memberitahukan keoada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orang tua
kandungnya
(2)
Pemberitahuan asal usul dan orang tua kandungnya sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dilakukan dengan memperhatikan kesiapan anak yang bersangkutan
Pasal 41
(1) Pemerintah
dan masyarakat melakukan bimbingan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP No 54 Tahun 2007)
Pihak Yang Dapat Mengajukan
Adopsi
1. Pasangan suami istri
Hal ini diatur dalam SEMA No 6 tahun 1983
1. Pasangan suami istri
Hal ini diatur dalam SEMA No 6 tahun 1983
ttg pemeriksaan permohonan pengesahan/
pengangkatan anak.
Selain itu Keputusan Mensos RI No
Selain itu Keputusan Mensos RI No
41/HUK/KEP/VII/1984 ttg Petunjuk
Pelaksanaan
Pengangkatan Anak
2. Orang tua Tunggal
Janda/duda, kecuali janda yang
suaminya pada saat
meninggal meninggalkan wasiat yang isinya
tidak
menghendaki pengangkatan anak
WNI yang belum
menikah atau memutuskan
tidak menikah
Syarat anak yang akan diangkat (PP no 54 tahun 2007
Pasal 12 ayat (1)
a
belum berusia 18 tahun
b
nerupakan anak terlantar atau ditelantarkan
c
berada
dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga pengasuhan anak,dan
d
Memerlukan perlindungan khusus
Syarat usia anak yang akan diangkat (PP no 54 tahun 2007 ayat (2)
a
Anak usia < 6tahun, prioritas utama
b
Anak usia 6 - < 12 tahun , alasan mendesak
c
Anak usia 12 – 18 tahun memerlukan perlindungan khusus
Pasal 13 PP No 54 tahun 2007
Syarat orang tua angkat
a
Sehat jasmani dan rohani
b
Berumur min30 tahun dan maksimal 50 tahun
c
Beragama
sama dengan calon anak angkat
d
Berkelakuan baik tidak pernah dihukum
e
Berstatus
menikah paling singkat 5 tahun
f
Tidak menrupakan pasangan sejenis
g
Tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki
satu anak
h
Keadaan mampu ekonomi dan sosial
i
Memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis ortu wali
anak
j
Membuat
pernyataan tertulis tentang pengangkatan anak
k
Adanya
laporan sosial dari pekerja sosial setempat
l
Telah
mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 bulan sejak ijin pengasuh diberikan
m Memperoleh
izin menteri/kepala instansi
- PERATURAN PEMERINTAH NO 32 TAHUN 1996 Tentang TENAGA KESEHATAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1butir 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1butir 1
Dalam PP ini yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah;
setiap orang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan
BAB II
JENIS TENAGA KESEHATAN
Pasal 2
JENIS TENAGA KESEHATAN
Pasal 2
(1). Tenaga Kesehatan terdiri dari :
a. tenaga
medis
b. Tenaga
keperawatan
c. Tenaga
kepfarmasian
d. Tenaga
kesehatan masyarakat
e. Tenaga
gizi
f. Tenaga
keterapian fisik
g. Tenaga
keteknisan medis
(2) tenaga medis (meliputi dokter dan dokter gigi),
(3) tenaga keperawatan (meliputi perawat dan bidan),
(4) tenaga kefarmasian (meliputi apoteker, analis dan asisten apoteker),
(5) tenaga kesehatan masyarakat (meliputi epidemiolog kesehatan,
entomolog kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator
kesehatan dan sanitarian),
(6) tenaga gizi (meliputi nuterisionis dan dietisien),
(7) tenaga
keterapian fisik (meliputi
fisioterapis, okupasiterapis dan terapis wicara),
(8) tenaga
keteknisian medis (meliputi
radiografer, radioterapis, teknisi gizi, teknisi elektromedis, analis
kesehatan, refraksionis optisien, motorik prostetik, teknisi tansfusi dan
perekam medis).
BAB V
STANDAR PROFESI DAN PERLINDUNGAN HUKUM
Bagian kesatu
Standar profesi
STANDAR PROFESI DAN PERLINDUNGAN HUKUM
Bagian kesatu
Standar profesi
Pasal 21
(1)
Setiap tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya
berkewajiban untuk memenuhi standar
profesi tenaga kesehatan.
(2)
Standar
profesi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan oleh Menteri
Pasal 22
(1) Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam menjalankan tugas profesinya
berkewajiban untuk :
- Menghormati hak pasien;
- Menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien;
- Memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang dilakukan.
- Diminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan
- Membuat dan memelihara rekam medis.
(2) Pelaksanaan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri
Pasal 23
(1) Pasien
berhak atas ganti rugi apabila dalam peklayanan kesehatan yang diberikan tenaga
kesehatan sebagaimana dimaksud Pasal 22 mengakibatkan terganggunya kesehatan,
cacat dan kematian yang terjadi karena kesalahan atau kelalaian
(2) Ganti
rugi sebagaimana ayat (1) dilaksanakan sesuai peraturan perundang undangan yang
berlaku
Bagian kedua
Perlindungan Hukum
Perlindungan Hukum
Pasal 24
(1)
Perlindungan
hukum diberikan bagi tenaga kesehatan yang melaksanakan tugasnya sesuai standar profesi kesehatan
(2)
Pelaksanaan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri
7. UNDANG-UNDANG
TANTANG ABORSI
a. Aborsi = pengguguran=abortus provocatus
b. Macam-macam
1). abortus spontan (abortus spontaneus)
2). abortus buatan /sengaja ( abortus
provocatus criminalois)
3).
abortus terapeutik/medis (abortus provocatus therapeticum)
c. Aspek-aspek aborsi: Etik, Medis, Agama, Sosial, Hukum, KB, Sumpah dokter/bidan.
Aborsi dari sudut pandang Hukum
- Di Indonesia, baik menurut pandangan agama, Undang-Undang Negara maupun kode etik kedokteran, seorang dokter tidak diperbolehkan melakukan tindakan aborsi atau pengguguran kandungan.
- Jika ditinjau dari aspek hukum , pelarangan abortus justru tidak bersifat mutlak
- Abortus Provocatus terdiri dari:
- Abortus buatan legal= abortus provocatus therapeticus yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan menurut syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang. Cara ini sering disebut sebagai abortus provocatus therapeticus, karena alasan yang sangat mendasar untuk melakukannya adalah untuk menyelamatkan nyawa si ibu.
- Abortus buatan illegal (abortus provocatus kriminalis)
Yaitu pengguguran kandungan yang
tujuannya selain untuk menyelamatkan atau menyembuhkan si ibu, yang dilakukan
tidak menurut syarat dan cara yang
dibenarkan oleh undang-undang. Disamping itu aborsi ini juga mengandung unsur
kriminal
Abortus atas indikasi medik diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia,
No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
PASAL 75 dinyatakan sebagai
berikut:
(1). Setiap orang dilarang melakukan aborsi
(2). larangan pada ayat (1) dpt dikecualikan
berdasarkan:
Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik
yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin yang menderita penyakit genetik
beratdan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga
menyulitkan
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) hanya dpt dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra
tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh
konselor yang kompeten dan berwenang
(4) Tindakan lebih lanjut mengenai indikasi
kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat(2) dan ayat (3)
diatur dengan Peraturan Pemerintah
Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam
pasal 75 hanya dapat dilakukan:
- Sebelum kehamilan berumur 6 muinggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dlm hal kedaruratan medis
- Oleh tenaga kesehatan yang memiliki ketrampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri
- Dengan persetujuan ibu hamil yg bersangkutan
- Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
- Penyedia layanan kesehatan yg memenuhi syarat yg ditetapkan oleh menteri
Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana
dimaksud dalam psl 75 ayat (2) dan ayat (3) yg tdk bermutu, tdk aman, dan tdk
bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 194 (ketentuan pidana)
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) depidana dengan pidana
penjara paling lama 10 tahun dan denta paling banyak Rp1.000.000.000,00 ( satu
milyar rupiah)
Berikut dijelaskan beberapa pasal dalam
Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur abortus Provocatus:
PASAL 229: 1) Barang siapa dengan
sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya diobati dengan
diberitahukan atau ditimbulkjan harapan bahwa karena pengobatan itu hamilnya
dapat digugurkan. Maka orang tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun atau denda paling banyak empat puluh ribu rupiah. 2) Jika yang
bersalah berbuat demikian demi mencari keuntungan , menjadikan pebuatan
tersebut sebagai pencaharian atau kebiasaan atrau jika dia seorang tabib, bidan
atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga. 3) Jika yang bersalah
melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencaharian, maka dapat dicabut
haknya untuk melakukan pencaharian
PASAL 346: Seorang wanita yang
sengaja menggugurkan, menghabisi nyawa kandungannya atau menyuruh orang lain
untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
PASAL 347 1): Barang siapa dengan
sengaja menggugurkan kandungan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa
persetujuan, diancam dengan pi penjara paling lama dua belas tahun. 2) Jika
perbuatan itu menyebabkan matinya orang tersebut, dikenakan pidana penjara
paling lama lima belas tahun
PASAL 348: 1) Siapa yang dengan sengaja menggugurkan atau menghabisi nyawa kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan. 2) Jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya wanita
teersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
PASAL 349: Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan
kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan
kejahatan yang diterangkan dalam Pasal
347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam Pasal itu ditambah dengan
sepertiga dan dapat dicabut haki untuk menjalankan pencarian dalam mana
kejahatan dilakukan.
PASAL 535: Barang siapa secara
terang-terangan mempertunjukkan suatru sarana untuk menggugurkan kandungan,
maupun secara terang-terangan atau diminta menawarkan, ataupun secara
terang-terangan atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk sebagai
bisa didapat, sarana atau perantara yang demikian itu, diancam dengan kurungan
paling lama tiga bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
UU RI
No. 52/ 2009 tentang perkembangan kependudukan dan keluarga,
Permenkes
Nomor 1796/MENKES/PER/VII/20101tentang Registrasi Tenaga Kesehatan, Permenkes No
1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan,Permenkes No 938/2007 ttg Standar
Asuhan Kebidanan, Kep Menkes No 369/Menkes/SK/2007 tentang Standar Profesi
Bidan, Permenkes No269/Menkes/III/2008 tentang rekam medis, Permenkes No
290/Menkes/Per/III/2008 tentang persetujuan tindakan medis, dsb……..(dibahas tersendiri)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar