Senin, 15 April 2013

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MELANDASI PELAYANAN KEBIDANAN



PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MELANDASI PELAYANAN KEBIDANAN

Pendahuluan
n  Tuntutan penerima layanan kesehatan thp pemberi layanan kesehatan semakin tinggi dan kompleks dan cenderung kritis
n  Kesadaran hukum masyarakat cenderung meningkat seiring derasnya arus reformasi
n  Masalah hukum memasuki bidang profesi kebidanan Dalam melaksanakan profesinya, semua tenaga kesehatan termasuk bidan tidak dpt melepaskan seluruh rangkaian tugas profesional dari lingkup hukum, terutama hukum kesehatan
n  Pemberi pelayanan kesehatan termasuk bidan diharapkan meningkatkan ciri profesionalismenya Pengertian profesionalismepun bisa dioptimalkan dengan memahami peraturan atau hukum oleh profesional di bidang kesehatan.
n  Peran, fungsi dan tugas bidan mengacu pada PP No 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. Menurut PP tersebut hubungan bidan dengan klien dari aspek hukum adl hubungan antar subyek hukum Bidan harus menyadari bahwa dalam menjalankan tugasnya, mereka tidak saja bertanggung jawab secara kesehatan kpd pasien, namun juga bertanggung jawab dibidang hukum.
n  Bidan Indonesia adalah : Seorang perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetisi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktek kebidanan (Kepmenkes No 369/Menkes/SK/III/2007)
n  Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehtan oleh pemerintah dan/atau masyarakat (UU RI No 36 Tahun 2009)
n  Pelayanan Kebidanan adalah bagian intergral dan sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan yang telah terdaftar (teregister) yang dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi, atau rujukan (Kepmenkes No 369/Menkes/SK/III/2007)
n  Praktek Kebidanan adalah implementasi dari atau ilmu kebidanan oleh bidan yang bersifat otonom, kepada perempuan, keluarga dan komunitasnyanya didasari etika dan kode etik bidan. (Kepmenkes No 369/Menkes/SK/III/2007)
n  Hukum adalah peraturan atau ketentuan baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur tata pergaulan kehidupan masyarakat (subyek hukum) dan adanya sanksi bagi pelanggarnya. Ditetapkan atau diakui oleh otoritas tertinggi.
n  Hukum kesehatan  adalah peraturan perundang- undangan yang menyangkut pelayanan kesehatan (merupakan ketentuan hukum yg berhubungan langsung dengan pemeliharaan dan pelayanan kesehatan).
n  Yang terlibat didalam hukum kesehatan adalah : perorangan, lapisan masyarakat, penyelenggara kesehatan, organisasi, sarana, pedoman standar pelayanan kesehatan medik, ilmu pengetahuan kesehatan, dan hukum


PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MELANDASI PELAYANAN KEBIDANAN

§  Undang-undang;
-          UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
-          UUNo 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
-          Undang-undang No 13 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan
-          Undang undang No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
-          UU RI No. 52/ 2009 tentang perkembangan kependudukan dan keluarga
§  Peraturan Pemerintah;RI Nomor 32/1996 tentang Tenaga Kesehatan
§  Peraturan Pemerintah  RI Nomor 54 tahun 2007 tentang Pengankatan anak
§  Permenkes Nomor 1796MENKES/PER/VIII/2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan
§  Permenkes No 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik BIdan
§  Permenkes No 938/2007 ttg Standar Asuhan Kebidanan
§  Kep Menkes No 369/Menkes/SK/2007 tentang Standar Profesi Bidan
§  Permenkes No 269/Menkes/III/2008 tentang rekam medis
§  Permenkes No 290/Menkes/Per/III/2008 tentang persetujuan tindakan medis
§  Perda (Provinsi,Kabupaten/Kota)
§  Peraturan institusi
§  Dsb……..


BEBERAPA PASAL YANG BERKAITAN DENGAN PELAYANAN KIBIDANAN

  1. UNDANG-UNDANG No 36 tahun 2009 tentang KESEHATAN

BAB VI
UPAYA KESEHATAN

Bagian Keenam
Kesehatan Reproduksi

Pasal 71
(1)   Kesehatan Reproduksi merupakan keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata mata  bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan
(2)   Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi:
a         Saat sebelum hamil, hamil, melahirkan, dan sesudah melahirkan;
b        Pengaturan kehamilan, alat kontrasepsi, dan kesehatan seksual; dan
c         Kesehatan sistem reproduksi
(3)  Kesehatan reeproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan  melalui kegiatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
      Setiap orang berhak:
  1. Menjalani kesehatan reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat, aman, serta bebas dari paksaan dan/ atau kekerasan dengan pasangan yang sah
  2. Menentukan kehidupan reproduksinya dan bebas dari diskriminasi, paksaan,dan /atau kekerasan yang menghormati nilai nilai luhur yang tdk merendahkan martabat manusia sesuai dengan norma agama.
c.  Menentukan sendiri kapan dan berapa sering ingin bereproduksi sehat secara medis serta tdk bertentangan dengan agama
d.  Memperoleh informasi, edukasi dan konseling mengenai kesehatan reproduksi   yang benar dan dapat dipertanggung jawabkan

Pasal 73
Pemerintah wajib menjamin ketersediaan sarana informasi dan sarana pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, bermutu dan terjangkau

Pasal  74
(1)    Setiap pelayanan kesehatan reproduksi yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabiitatif, termasuk reproduksi dengan bantuan dilakukan secara aman dan sehat dengan memerhatikan aspek-aspek yang khas, khususnya reproduksi perempuan
(2)   Pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud ayat (1) delakukan dengan tidak bertentangan dengan nilai agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan
(3)   Ketentuan mengenai reproduksi dengan bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Pemerintah

Pasal 75
(1)   Setiap orang dilarang melakukan aborsi
(2)   Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan :
  1. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin yang menderita penyakit genetik beratdan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup diluar kandungan;atau
  2. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dpt dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang
(4)   Tindakan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat(2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan

Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 hanya dapat dilakukan:
  1. Sebelum kehamilan berumur 6 muinggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dlm hal kedaruratan medis
  2. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki ketrampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri
  3. Dengan persetujuan ibu hamil yg bersangkutan
  4. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
  5. Penyedia layanan kesehatan yg memenuhi syarat yg ditetapkan oleh menteri

Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam psl 75 ayat (2) dan ayat (3) yg tdk bermutu, tdk aman, dan tdk bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 194 (ketentuan pidana)
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) depidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denta paling banyak Rp 1.000.000.000,00 ( satu milyar rupiah)

Bagian Ketujuh
Keluarga Berencana

Pasal 78
(1)   Pelayanan kesehatan dalam keluarga berencana dimaksudkan untuk pengaturan kehamilan bagi pasangan usia subur untuk membentuk generasi penerus yang sehat dan cerdas
(2)   Pemerintah bertanggung jawab dan menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas, alat dan obat dalam memberikanpelayanan keluarga berencana yang aman, bermutu dan terjangkau oleh masyarakat
(3) Ketentuan mengenai pelayanan keluarga berencana dilaksanakan sesuai denga peraturan

BAB VII
KESEHATAN IBU, BAYI,ANAK,REMAJA,LANJUT USIA,DAN PENYANDANG CACAT

Bagian Kesatu
Kesehatan ibu, bayi, dan Anak

Pasal 126
(1)   Upaya kesehatan ibu harus ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu sehingga mampu melahirkan generasi penerus yang sehat dan berkualitas serta mengurangi angka kematian ibu
(2)   Upaya kesehatan ibu sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
(3)   Pemerintah menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas, alat dan obat dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan ibu secara aman, bermutu, dan terjangkau
(4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan kesehatan ibu diatur dengan Peraturan Pemerintah

Pasal 127
(1)  Upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dpt dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dgn ketentuan:
  1. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dlm rahim istri darimana ovum berasal
b. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai 
     keahlian dan kewenangan untuk itu; dan
c. Pada fasilitas pelayanan kesehatan
     tertentu
(2)  Ketentuan mengenai persyaratan kehamilan diluar cara alamiah sebagaimana   dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah


Pasal 128
(1)   Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis
(2)   Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, pemerintah, Pemerintah daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus
(3)   Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud ayat (2) diadakan ditempat kerja dan tempat sarana umum

Pasal 129
(1)  Pemerintah bertanggung jawab menetapkan kebijakan dalam rangka menjamin hak bayi untuk mendapatkan air susu ibu secara eksklusif
(2)  Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud ayat  (1) diatur dengan peraturan Pemerintah

Ketentuan Pidana (Pasal 200)
Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian air susu ibu eksklusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (2) dipidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak 100.000.000 ( seratus juta rupiah)

Pasal 130
Pemerintah wajib memberikan imunisasi lengkap kepada setiap bayi dan anak.

Pasal 131
(1)   Upaya kesehatan bayi dan anak harus ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak.
(2)   Upaya pemeliharaan bayi dan anak dilakukan sejak anak masih dalam kandungan, dilahirkan,dan sampai berusia 18 (delapan belas) tahun.
(3)   Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) menjadi tanggung jawab dan kewajiban bersama bagi orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan pemerintah daerah.



Pasal 132
(1)   Anak yang dilahirkan wajib dibesarkan dan diasuh secara bertanggung jawab sehingga memungkinkan anak tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal.
(2)   Ketentuan mengenai anak yg dilahirkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3)   Setiap anak berhak memperoleh imunisasi dasar sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk mencegah terjadinya penyakit yang dapat dihindari melalui imunisasi.
(4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis-jenis imunisasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan  dengan Peraturan Menteri.

Pasal 133
(1)   Setiap bayi dan anak berhak terlindungi dan terhindar dari segala bentuk diskriminasi dan tindak kekerasan yang dapat mengganggu kesehatannya.
(2)   Pemeintah, pemerintah daerah,dan masyarakat berkewajiban untuk menjamin terselenggaranya perlindungan bayi dan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menyediakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan.

Pasal 134
(1)   Pemerintah berkewajiban menetapkan standar dan/atau kriteria terhadap kesehatan bayi dan anak serta menjamin pelaksanaannya dan memudahkan setiap penyelenggaraan terhadap standar dan kriterian tersebut.
(2)   Standar dan/atau kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diselenggarakan sesuai dengan pertimbangan moral, nilai agama, dan berdasarkan ketentuan peraturat perundang-undangan.

Pasal 135
(1)   Pemerintah, pemerintah daerah, da masyarakat wajib menyediakan tempat dan sarana lain yang diperlukan untuk bermain anak yang memungkinkan anak tumbuh dan berkembang secara optimal serta mampu bersoaialisasi secara sehat.
(2)   Tempat bermain dan sarana lain yang diperlukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilengkapi sarana perlindungan terhadap risiko kesehatan agar tidak membahayakan kesehatan anak.

  1. UNDANG-UNDANG No 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN

Implikasi terhadap Profesi Bidan & Perawat
PASAL 73
(1). Setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/ atau surat izin praktik.
(2).  Setiap orang dilarang menggunakan alat, metode atau cara dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/ atau surat izin praktik.
(3)    Ketentuan ini tidak berlaku bagi tenaga kesehatan (misalnya bidan dan perawat) yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan untuk melakukan tindakan medis

Tindakan medis yang dilakukan bukan oleh dokter dan dokter gigi dapat digolongkan sebagai tindak pidana;

l  Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi dan/ atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
l  Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarkat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
l  Pada Permenkes No.1419/MENKES/PER/X/2005 pasal 14 dan 15 disebutkan bahwa dokter dan dokter gigi dapat memberikan kewenangan kepada perawat atau tenaga kesehatan tertentu secara tertulis dalam melaksanakan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi. Tindakan kedokteran yang dimaksud adalah yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dan dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Bidan dapat melaksanakan tindakan medik terhadap ibu, bayi dan anak balita sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  1. UNDANG-UNDANG No 13 tahun 2003 tentang KETENAGAKERJAAN
. Pengertian.
      Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah bekerja.
                  Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu malakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat. Sehingga bidan juga termasuk yang memenuhi unsur sebagai tenaga kerja.
Sebagai unsur tenaga kerja bidan juga berhak memperoleh perlindungan sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan
Bidan sebagai tenaga kerja juga berhak mendapat perlindungan untuk jaminan hak-hak dasar pekerja atau buruh dan jaminan kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi.

·   . Dasar Hukum yang melandasi  ketenagakerjaan tercantum pd UU No 13 th 2003 yg meliputi  :

Pasal 81
   (1) Pekerja atau buruh perempuan yg dlm masa
               haid merasakan sakit dan memberitahukan
               kpd pengusaha, tdk wajib bekerja pd hari
               pertama dan kedua haid
   (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud
               dlm ayat (1) diatur dlm perjanjian kerja,
               peraturan perusahaan atau perjanjian bersama

. Pasal 82
(1)   Pekerja atau buruh perempuan memperoleh istirahat selama 1,5 bl sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 bl sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
(2)   Pekerja atau buruh perempuan yg mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 bl atau sesuai surat keterangan dokter atau bidan.

Pasal 83
   Pekerja atau buruh perempuan yg anaknya masih menyusu hrs diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu hrs dilakukan selama waktu kerja.

d. Pasal 84
   Setiap pekerja atau buruh yg menggunakan hak waktu istirahatnya mendapat upah atau gaji penuh.


  1. UNDANG-UNDANG TENTANG BAYI TABUNG

Pengertian Bayi Tabung
  • Fertilisasi  In Vitro – transfer embrio
  • Proses pembuahan diluar tubuh / pertemuan antara sperma dan ovum dilakukan di luar tubuh yaitu di dalam tabung (piring petri).
  • Suatu usaha jalan pintas untuk mempertemukan sel telur (ovum) dengan sel jantan (sperma) di luar tubuh manusia (in vitro), yaitu dalam tabung gelas dan kemudian setelah terjadi pembuahan dimasukkan kembali ke dalam rahim wanita sehingga dapat tumbuh menjadi janin sebagaimana layaknya janin biasa.

Jenis-jenis bayi tabung
  1. Dengan sperma suami
  2. Dengan sperma donor
  3. Dengan media titipan

Kedudukan Hukum Anak yang Lahir Melalui FIV dengan Menggunakan Sperma Suami
  • Pasal 250 KUHPerdata mengatur tentang pengertian anak sah.
  • Pasal 42 UU Perkawinan
  • Bagaimana kedudukan anak hasil FIV yang sperma dari suami, ovum dari istri dan embrio ditanam dirahim istri
        Orang tua terikat perkawinan yang sah
        Secara biologis anak merupakan anak pasutri
        Istri sendiri yang melahirkan

Kedudukan Hukum Anak yang Lahir Melalui Proses FIV dengan Menggunakan Sperma Donor
Dilihat dari aspek biologis (Ayah Biologis) dan dari aspek yuridis (Ayah Yuridis) dapat dianggapn sebagai :
  1. Sebagai anak sah dgn  melalui pengakuan(285 KUHPerdata)
  2. Sebagai anah zina

Kedudukan  Hukum Anak yang Lahir Melalui Proses FIV dengan Menggunakan Surrogate Mother/Media titipan
  • Pada proses ini sel telur dan sperma pasangan suami istri yang berupa embrio dititipkan dalam rahim wanita lain à sewa rahim (lihat Pasal 1548 jo 1320 KUHPerdata) à anak angkat

Dasar Hukum Pelaksanaan Bayi Tabung di Indonesia
Undang-Undang RI No 36/2009
Pasal 127
Ayat (1) Upaya kehamilan diluar cara alamiah hanya dpt dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dgn ketentuan:
  1. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dlm rahim istri darimana ovum berasal
b. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
     mempunyai keahlian dan kewenangan 
     untuk itu; dan
c.   Pada fasilitas pelayanan kesehatan
      tertentu
      Ayat (2) Ketentuan mengenai persyaratan kehamilan diluar cara alamiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah

  1. UNDANG-UNDANG TENTANG ADOPSI
Pengertian.
      Adopsi adalah suatu proses penerimaan seorang anak dari seseorang atau lembaga organisasi ketangan orang lain secara sah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
      Adopsi juga berarti memasukkan anak yang diketahuinya sebagai anak orang lain  kedalam keluarganya dengan status fungsi sama dengan anak kandung
Adopsi juga diartikan sebagai perbuatan hukum, dimana seseorang yang cakap mengangkat seorang anak orang lain menjadi anak sah-nya.
Pada adopsi tidak berarti memutus-kan hubungan darah dengan orang tua kandungnya, tetapi secara hukum terbentuk hubungan hukum sebagai orang tua dan anak.
         Adopsi dikenal dalam seluruh sistem hukum adat di Indonesia
         Pengaturan tentang pengangkatan anak diatur antara lain di KUH Perdata, UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, PP no 54 tahun 2007
         Pengaturan tehnisnya banyak tersebar di Surat Edaran Mahkamah Agung

Pengangkatan Anak diatur dalam pasal 39 – 41 UUPA
Pasal 39
(1)   Pengangkatan anak hanya dpt dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
(2)   Pengangkatan anak sebagaimana diatur dalam ayat (1), tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya.
(3) Calon orang tua anak harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat
(4) Pengangkatan anak oleh WMA hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir
(5) Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat
Pasal 40
(1) Orang tua wajib memberitahukan keoada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orang tua kandungnya
(2) Pemberitahuan asal usul dan orang tua kandungnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan kesiapan anak yang bersangkutan
Pasal 41
(1)   Pemerintah dan masyarakat melakukan bimbingan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP No 54 Tahun 2007)

Pihak Yang Dapat Mengajukan Adopsi
1. Pasangan suami istri
    Hal ini diatur dalam SEMA No 6 tahun 1983     
    ttg pemeriksaan permohonan pengesahan/
    pengangkatan anak.
    Selain itu Keputusan Mensos RI No    
    41/HUK/KEP/VII/1984 ttg Petunjuk Pelaksanaan 
    Pengangkatan Anak
2. Orang tua Tunggal
    Janda/duda, kecuali janda yang suaminya pada saat  
     meninggal meninggalkan wasiat yang isinya tidak 
     menghendaki pengangkatan anak WNI yang belum 
     menikah atau memutuskan tidak menikah

Syarat anak yang akan diangkat (PP no 54 tahun 2007
Pasal 12 ayat (1)
a         belum berusia 18 tahun
b        nerupakan anak terlantar atau ditelantarkan
c         berada dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga pengasuhan anak,dan
d        Memerlukan perlindungan khusus

Syarat usia anak yang akan diangkat (PP no 54 tahun 2007 ayat (2)
a         Anak usia < 6tahun, prioritas utama
b        Anak usia 6 - < 12 tahun , alasan mendesak
c         Anak usia 12 – 18 tahun memerlukan perlindungan khusus

Pasal 13 PP No 54 tahun 2007

Syarat orang tua angkat
a         Sehat jasmani dan rohani
b        Berumur min30 tahun dan maksimal 50 tahun
c         Beragama sama dengan calon anak angkat
d        Berkelakuan baik tidak pernah dihukum
e         Berstatus  menikah paling singkat 5 tahun
f         Tidak menrupakan pasangan sejenis
g        Tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu anak
h        Keadaan mampu ekonomi dan sosial
i          Memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis ortu wali anak
j          Membuat pernyataan tertulis tentang pengangkatan anak
k        Adanya laporan sosial dari pekerja sosial setempat
l          Telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 bulan sejak ijin pengasuh diberikan
m      Memperoleh izin menteri/kepala instansi


  1. PERATURAN PEMERINTAH NO 32 TAHUN 1996 Tentang TENAGA KESEHATAN

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1butir 1
Dalam PP ini yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah;
 setiap orang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan

BAB II
JENIS TENAGA KESEHATAN
Pasal 2

(1). Tenaga Kesehatan terdiri dari :
a.       tenaga medis
b.      Tenaga keperawatan
c.       Tenaga kepfarmasian
d.      Tenaga kesehatan masyarakat
e.       Tenaga gizi
f.       Tenaga keterapian fisik
g.      Tenaga keteknisan medis
(2) tenaga medis (meliputi dokter dan dokter gigi),
(3) tenaga keperawatan (meliputi perawat dan bidan),
(4) tenaga kefarmasian (meliputi apoteker, analis dan asisten apoteker),
(5)  tenaga kesehatan masyarakat (meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian),
(6) tenaga gizi (meliputi nuterisionis dan dietisien),
(7)  tenaga keterapian fisik (meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis wicara),
(8) tenaga keteknisian medis (meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gizi, teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, motorik prostetik, teknisi tansfusi dan perekam medis).

BAB V
STANDAR PROFESI DAN PERLINDUNGAN HUKUM
Bagian kesatu
Standar profesi

Pasal 21 
(1)         Setiap tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk  memenuhi standar profesi tenaga kesehatan.
(2)         Standar profesi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)  ditetapkan oleh Menteri

Pasal 22 
(1) Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam menjalankan tugas profesinya berkewajiban untuk :
    1.  Menghormati hak pasien;
    2.  Menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien;
    3.  Memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan   yang dilakukan.
    4.  Diminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan
    5.  Membuat dan memelihara rekam medis.
(2)   Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri

Pasal 23
(1)   Pasien berhak atas ganti rugi apabila dalam peklayanan kesehatan yang diberikan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud Pasal 22 mengakibatkan terganggunya kesehatan, cacat dan kematian yang terjadi karena kesalahan atau kelalaian
(2)   Ganti rugi sebagaimana ayat (1) dilaksanakan sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku

Bagian kedua
Perlindungan Hukum
Pasal 24 

(1)   Perlindungan hukum diberikan bagi tenaga kesehatan yang melaksanakan  tugasnya sesuai standar profesi kesehatan
(2)   Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri

7. UNDANG-UNDANG TANTANG ABORSI

      a. Aborsi = pengguguran=abortus provocatus
      b.  Macam-macam
                  1).  abortus spontan (abortus spontaneus)
                  2).  abortus buatan /sengaja ( abortus provocatus criminalois)                      
                  3). abortus terapeutik/medis (abortus provocatus therapeticum)                   
      c.   Aspek-aspek aborsi: Etik, Medis, Agama,  Sosial, Hukum, KB, Sumpah dokter/bidan.

Aborsi dari sudut pandang Hukum
  • Di Indonesia, baik menurut pandangan agama, Undang-Undang Negara maupun kode etik kedokteran, seorang dokter tidak diperbolehkan melakukan tindakan aborsi atau pengguguran kandungan.

  • Jika ditinjau dari aspek hukum , pelarangan abortus justru tidak bersifat mutlak

  • Abortus Provocatus terdiri dari:
  • Abortus buatan legal= abortus provocatus therapeticus yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan menurut syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang. Cara ini sering disebut sebagai abortus provocatus therapeticus, karena alasan yang sangat mendasar untuk melakukannya adalah untuk menyelamatkan nyawa si ibu.

  • Abortus buatan illegal (abortus provocatus kriminalis)
Yaitu pengguguran kandungan yang tujuannya selain untuk menyelamatkan atau menyembuhkan si ibu, yang dilakukan tidak  menurut syarat dan cara yang dibenarkan oleh undang-undang. Disamping itu aborsi ini juga mengandung unsur kriminal

Abortus atas indikasi medik  diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia, No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

PASAL 75 dinyatakan sebagai berikut:
 (1). Setiap orang dilarang melakukan aborsi
 (2).  larangan pada ayat (1) dpt dikecualikan berdasarkan:
Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin yang menderita penyakit genetik beratdan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan
 (3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dpt dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang

 (4) Tindakan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat(2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah

Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 hanya dapat dilakukan:
  1. Sebelum kehamilan berumur 6 muinggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dlm hal kedaruratan medis
  2. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki ketrampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri
  3. Dengan persetujuan ibu hamil yg bersangkutan
  4. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
  5. Penyedia layanan kesehatan yg memenuhi syarat yg ditetapkan oleh menteri

Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam psl 75 ayat (2) dan ayat (3) yg tdk bermutu, tdk aman, dan tdk bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 194 (ketentuan pidana)
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) depidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denta paling banyak Rp1.000.000.000,00 ( satu milyar rupiah)

Berikut dijelaskan beberapa pasal dalam Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur abortus Provocatus:

PASAL 229:  1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya diobati dengan diberitahukan atau ditimbulkjan harapan bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan. Maka orang tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak empat puluh ribu rupiah. 2) Jika yang bersalah berbuat demikian demi mencari keuntungan , menjadikan pebuatan tersebut sebagai pencaharian atau kebiasaan atrau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga. 3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencaharian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencaharian

PASAL 346:  Seorang wanita yang sengaja menggugurkan, menghabisi nyawa kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

PASAL 347 1):  Barang siapa dengan sengaja menggugurkan kandungan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuan, diancam dengan pi penjara paling lama dua belas tahun. 2) Jika perbuatan itu menyebabkan matinya orang tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas  tahun

PASAL 348: 1) Siapa yang dengan sengaja menggugurkan  atau menghabisi nyawa kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. 2) Jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya wanita teersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

PASAL 349: Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan kejahatan yang diterangkan dalam Pasal  347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam Pasal itu ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut haki untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.

PASAL 535:  Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatru sarana untuk menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau diminta menawarkan, ataupun secara terang-terangan atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau perantara yang demikian itu, diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.


UU RI No. 52/ 2009 tentang perkembangan kependudukan dan keluarga,
Permenkes Nomor 1796/MENKES/PER/VII/20101tentang Registrasi Tenaga Kesehatan, Permenkes No 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan,Permenkes No 938/2007 ttg Standar Asuhan Kebidanan, Kep Menkes No 369/Menkes/SK/2007 tentang Standar Profesi Bidan, Permenkes No269/Menkes/III/2008 tentang rekam medis, Permenkes No 290/Menkes/Per/III/2008 tentang persetujuan tindakan medis, dsb……..(dibahas tersendiri)


Tidak ada komentar: